Tampilkan postingan dengan label pendapat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pendapat. Tampilkan semua postingan

Selasa, 15 Desember 2015

Salahku Juga

Aku tak mengerti mengapa maksud yang baik bisa menjadi negatif dalam pikiranku.
Apa karena aku merasa diserang? Menjadi defensif?
Mungkin pula disebabkan pikiranku yang dipenuhi skenario-skenario bodoh,
yang tidak seharusnya ada di pikiranku.
Benarkah seharusnya itu semua tidak ada dalam pikiranku?
Mungkinkah sesungguhnya skenario itu benar?
Tak mau menerimaku apa adanya? Tak mau menerimaku yang seperti ini?
Ya salahku juga

Kamis, 14 Februari 2013

AFTA, Impor, Lokal, Produk, Pangan

ForBis di MetroTV kemarin membahas topik yang bagus, Proteksi Setengah Hati. Intinya tentang proteksi industri pangan dan petani kita dari invasi impor yang merajalela. Bisa dilihat impor sekarang sudah gila-gilaan, kalau ke supermarket, barang-barang impor bertebaran. Bahaya yang lebih besar kalau impor memasuki lahan pangan sensitif, pokok, atau apalah namanya seperti beras, daging, umbi-umbian.

AFTA atau ACFTA sudah mengancam pasar pangan Indonesia. Coba aja, masa harga jeruk dari Cina bisa lebih murah dari harga jeruk lokal? Apakah mereka menggunakan "cheat"? Tentu tidak, ini hasil dari integrasi pemerintah dengan industri di negerinya. Di ForBis dibahas masalah-masalah di dalam negeri yang menyebabkan harga komoditi lokal lebih mahal dari barang impor.

Jelas lebih mahal, bahan pangan dari luar Jawa atau luar Jakarta bisa melalui 7 distributor sebelum sampai ke konsumen di Jakarta, ada pula penyelundupan dan pemalsuan pupuk yang merugikan petani, juga hasil produksi pangan di Indonesia yang belum mencapai skala industri, terutama holtikultura, yang menyebabkan industri-industri di Indonesia mengutamakan barang impor. Tetapi sesungguhnya produk Indonesia memiliki kelebihan yaitu banyak diantaranya memiliki kualitas lebih bagus dari produk impor.

Juga dibahas kebijakan-kebijakan IMF, WTO, dan kebijakan luar negeri lainnya yang menguntungkan pihak asing. Jika negara lebih memihak kepentingan asing, bagaimna nasib rakyatnya sendiri? Di Jepang beras lokal lebih mahal dari beras impor, tetapi pemerintah Jepang tidak mengimpor beras dan rakyatnya pun membeli beras lokal yang lebih mahal itu secara otomatis. Bahkan hingga taraf kelangkaan beras, Jepang masih belum mengimpor beras, sungguh merupakan contoh pemerintah yang memperhatikan petaninya!
Shinzo Abe, PM Jepang 2012-sekarang

Kita saat ini dituntut untuk lebih mencintai dan membeli produk lokal daripada produk impor. Tetapi bahkan hal ini ada kendalanya, kalau belanja di supermarket sudah jelas ada labelnya mana barang impor atau lokal, nah kalau di pasar, siapa yang tau mana barang impor atau lokal? Kecuali tentu saja penjualnya menyebutkan.

Salah satu solusinya mungkin, propaganda "Cintai Produk Indonesia" harus  ditargetkan tidak hanya ke konsumen, tetapi juga kepada distributor dan industri pangan olahan, bahkan lebih hebat lagi jika ditanamkan mulai dari SD, SMP, dst.


CINTAI PRODUK INDONESIA!

Minggu, 10 Februari 2013

panjang umur, kebahagiaan, dosa

panjang umurnya, panjang umurnya serta mulia
panjang umurnya serta mulia
serta mulia, serta mulia...

Panjang umur merupakan salah satu obsesi manusia sejak dahulu kala, mungkin sejak manusia mengenal konsep umur. Lirik lagu di atas merupakan bukti manusia menginginkan dirinya atau orang lain untuk panjang umur. Bahkan banyak cerita fiksi yang memasukkan unsur ke-panjang umur-an dan bahkan, keabadian. Contohnya antara lain adalah vampir, elf, batu bertuah (yang bisa mengeluarkan "Elixir of Life"), dan unsur lainnya yang berhubungan dengan keabadian.

Tetapi pemikiran saya berkata lain, mungkin ini adalah pemikiran seorang pesimis. Adakah gunanya kehidupan yang panjang jika tidak disertai kebahagiaan, pencapaian hidup, kesuksesan, atau bahkan umur yang panjang tetapi digunakan untuk berbuat dosa, baik disadari maupun tidak disadari? Mungkin yang paling penting dalam hidup adalah kebahagiaan, ultimately, masuk surga. Setiap orang yang mempercayai konsep Surga-Neraka pastilah memiliki tujuan dan keinginan untuk masuk surga, sekalipun kecil keinginannya tersebut.

Lebih baik yang mana, umur panjang, namun dipenuhi perbuatan dosa, kesengsaraan, ujian, cobaan yang serasa tidak berhenti, apakah kita akan tetap memilih umur yang panjang tersebut? Ataukah kita memilih hidup yang sebentar tetapi bahagia, banyak berbuat baik, berguna bagi orang lain, lalu ujung-ujungnya masuk surga pula.

"Do not try to live forever, you will not succeed."
George Bernard Shaw

JIKA saja kita akan mengetahui hidup kita akan seperti apa tentu saja kita, paling tidak saya, akan memilih opsi kedua. Tetapi lebih baik lagi semua hal-hal yang baik dari kedua opsi itu digabungkan, menjadi panjang umur dan bahagia, itu keinginan mayoritas orang-orang yang normal sepertinya. Tetapi kita tidak mengetahui seperti apa kehidupan kita nanti bukan? Bahkan dengan mempelajari masa lalu pun tidak menjamin akan membantu kita menggarungi samudera kehidupan, yang penuh akan konsekuensi pilihan-pilihan kita.

“The older I grow, the more I distrust the familiar doctrine that age brings wisdom.”
H.L. Mencken

Intinya, hiduplah mengikuti hati nurani, karena hati nurani dan insting mempunyai kekuatan membimbing kita menuju kebahagiaan (jika hati tersebut belum mati). Jalankan perintah agama, agama manapun pasti membimbing kita menuju surga. Tetap belajar, terus belajar, hingga usia apapun kita hidup.

"Anyone who stops learning is old, whether at twenty or eighty. Anyone who keeps learning stays young. The greatest thing in life is to keep your mind young."
Henry Ford

Jumat, 04 Januari 2013

trauma, pasca, penyesalan

"Penyesalan selalu datang terlambat."

"Nasi sudah menjadi bubur."

Ya, penyesalan memang selalu datang terlambat, jika datang duluan, bukan penyesalan namanya. Mungkin diantara kita ada yang pernah merasakan penyesalan akan tindakan2 di masa lalu, bagaimanapun juga, hal yang sudah berlalu tidak bisa dirubah lagi hanya bisa dijadikan pelajaran.

Diantara penyesalan yang ada di hati saya sekarang ini adalah kekalahan, kekalahan dalam suatu turnamen, tidak perlu disebut turnamen apa dan apa. Saat itu saya kapten tim, dan hingga kini, kekalahan di final itu terus menerus saya pikirkan dan sesalkan. "Move on dong !" pasti nasihat pertama orang-orang yang membaca ini. Tidak semudah itu, dan tidak sesederhana itu.

Dapat kita lihat di film Rambo, First Blood, post traumatic disorder pasca perang menyerang Rambo. Dia terus membayangkan teman-temannya yang tewas di dekatnya, sebagai satu-satunya orang yang selamat dari timnya, tentulah penyesalan yang sangat dalam ada di dirinya. Walaupun Rambo adalah karya fiksi, tetapi penyakit veteran perang adalah nyata, benar adanya. Diantara nama perang bahkan disebut sebagai penggolongan berbagai penyakit, Gulf War Syndrome. Dimana sindrom ini melanda para veteran Perang Teluk.

Tentu saja, dalam kasus saya tidak separah itu, tatapi hingga kini, saya masih terus memikirkan skenario-skenario lain dalam pertandingan final yang sangat menentukan itu. Memikirkan apa saja yang dapat, yang seharusnya saya lakukan untuk memenangkan pertandingan, memikirkan wajah teman-teman saya yang kecewa, sedih. Saya tidak tahu bagaimana perasaan teman-teman satu tim saya saat ini tentang pertandingan itu, tetapi pasti di lubuk hati mereka masih ada penyesalan.

Sungguh, bagi seseorang yang tidak menyukai kekalahan, seseorang yang berjiwa pemenang, satu kekalahan dapat merubah hidupnya.

“Anyone can deal with victory. Only the mighty can bear defeat.”
― Adolf Hitler

Kamis, 06 Desember 2012

Quality, Quantity?

Kali ini penulis hanya ingin menempatkan pemikirannya yang agak sedikit ngaco di blog. Pemikiran tentang macam-macam orang yang menulis, nge-blog, atau apa pun yang berhubungan dengan menulis atau nge-blog.

Akhir-akhir ini penulis sering melihat orang-orang yang punya target sendiri untuk nge-blog, harus nulis sekian artikel dalam sebulan misalnya, seperti dikejar deadline. Ada juga yang membuat blog untuk mencari uang dengan berbagai cara. Jenis yang pertama yang agak aneh.

Menurut penulis, seorang profesional wajar saja dikejar deadline, karena dia dibayar untuk menulis, seorang mangaka misalnya, diharuskan membuat name(manuskrip) rata-rata 17 halaman setiap minggunya yang sangat sulit dilakukan. Tetapi karena ia seorang profesional, tentu saja harus dilakukan, dan bisanya seorang mangaka menikmati pekerjaannya walaupun dengan workload yang melebihi kemampuan manusia sekalipun, mungkin karena itu mereka disebut sensei.

Tetapi para blogger yang menetapkan target ke diri mereka, bisa dibilang tidak menikmati hidup, bisa juga tidak menikmati menulis. Karena mereka harus memaksakan diri mereka membuat sekian tulisan per bulan, meskipun tulisan tersebut kurang berbobot, bahkan kurang berbobot. Jelas saja tidak berbobot, dipaksakan menulis saat belum ada inspirasi. Bahkan penulis hebat pun butuh inspirasi saat menulis.

Hasil tulisan mereka jadinya banyak, tetapi kurang menarik. Coba bandingkan, lebih baik banyak tulisan kurang menarik, atau sedikit tulisan yang sangat menarik? Ya jelas yang sedikit tapi menarik dan bagus, tetapi kalau niatnya untuk latihan mungkin lain ceritanya. Mungkin tujuan mereka untuk menambah hits blog mereka, tetapi jika begitu, mereka intinya mencari ketenaran dong, bukan sekedar menulis karena suka menulis. Lain lagi kasusnya jika ingin menambah pay-per-click, itu namanya nyari duit.

Yah, segitulah pemikiran ngaco hari ini. Ini cuma pemikiran penulis, pasti banyak yang bilang, "Ya urusan gw lah mau nyari tenar kek, mau bikin target kek!". Penulis cuma bisa jawab, "Ya urusan gw lah mau ngebahas ini kek, mau ngebahas itu kek di blog!". Hahaha, silly.

Rabu, 31 Oktober 2012

Turopiko? Memimpin? Dipimpin?




Napoleon memimpin pasukannya melintasi Alpen di atas kudanya, Marengo


Pemimpin hebat biasanya memiliki pengikut yang hebat, karena tanpa pengikut, apa yang mau dipimpin? Tanpa pengikut yang mendukung pemimpinnya, bagaimana dapat dipimpin?

    "The leaders who work most effectively, it seems to me, never say “I.” And that’s not because they have trained themselves not to say “I.” They don’t think “I.” They think “we”; they think “team.” They understand their job to be to make the team function. They accept responsibility and don’t sidestep it, but “we” gets the credit…. This is what creates trust, what enables you to get the task done."

Peter Drucker

    "The best executive is the one who has sense enough to pick good men to do what he wants done, and self-restraint to keep from meddling with them while they do it."

Theodore Roosevelt



Lao Tzu
Pengikut yang baik akan mendukung pemimpin menjadi lebih baik, walaupun tidak mendukung semua kebijakannya. Karena nantinya pemimpin akan menjadi pengikut maka dia harus bisa menjadi pengikut yang baik, begitupun sebaliknya. Luffy dan awaknya, George S. Patton dengan "Patton's Ghost"-nya, Jenderal Soedirman dengan pengikutnya yang (setahu penulis) tidak pernah mengkhianatinya hingga lawan tidak mengetahui pergerakannya (no rats in his followers).

Tropico, salah satu game tentang memimpin suatu negara, pulau lebih tepatnya, dapat membuat kita merasakan sulitnya memimpin sekelompok orang, satu pulau. Memimpin sekelompok orang bukan hal yang mudah, mengatur mereka, memberi contoh yang baik, menerima setiap aspirasi. Apalagi memimpin suatu negara? Di game ini kita hanya memimpin suatu pulau, walaupun begitu, cukup kompleks, alur kepemimpinan di Tropico. Ada berbagai faksi yang bertentangan, hubungan bilateral dan multilateral, ekspor impor, kesejahteraan penduduk pulau dan faktor-faktor lain yang sangat mirip dalam memimpin negara.


     "I cannot give you the formula for success, but I can give you the formula for failure: which is: Try to please everybody."

Herbert B. Swope

Ya, jika seorang pemimpin berusaha menyenangkan semua orang, "failure" yang akan didapat. Karena tidak semua pengikut memiliki kepentingan yang sama. Pasti ada golongan yang tidak puas terhadap kepemimpinan seseorang, tetapi apa boleh buat, yang bisa dilakukan untuk orang-orang yang merasa dirugikan adalah kompensasi, atau mungkin hiburan. Seperti BLT mungkin contohnya, contoh yang kurang baik.

Napoleon Bonaparte, ia memiliki banyak pengikut setia, ia dapat menaklukkan Italia dalam ekspedisinya, salah satu faktornya, sebagian besar mungkin, adalah pengikut yang memiliki visi dan semangat yang sama dengan Napoleon, prajurit-prajurit Napoleon banyak yang sangat setia kepada beliau.

Jenderal-jenderalnya juga, Alan de Soison, yang mendukungnya sampai ia berbeda pendapat dengan Napoleon, Ney, Soult, MacDonald, yang bergabung kembali dengannya sekembalinya dari pengasingan di pulau Elba. Sayangnya kejatuhannya menurut penulis, adalah karena kemampuan diplomasi yang kurang baik, kurang fleksibel, dan ambisinya menguasai seluruh eropa.



Jenderal Soedirman saat tiba di Yogyakarta, 19 Juli 1949

Memang, seorang pemimpin tidak mungkin menyenangkan semua pihak, tetapi mengecewakan banyak pihak, dapat berubah menjadi pemberontakan. Mengecewakan sebagian besar pihak, atau membuat banyak musuh, dapat menjadi kudeta. Bahkan Tropico dapat menyimulasikan keadaan ini.

Di awal-awal kekuasaannya Napoleon membuat kebijakan-kebijakan hebat, perbaikan ekonomi, perbaikan undang-undang, penguatan militer. Tetapi begitu diproyeksikan ke jangka menengah dan panjang, ada kebijakan-kebijakannya yang berakibat kurang baik, penambahan kekuatan militer, membuat bibit musuh di dalam dan luar negara. Saat pergerakan Napoleon mulai membuat gerah negara tetangga, dan membuat celah di dalam negeri, musuhnya di dalam negeri membuat kudeta, musuhnya di luar membuat koalisi untuk menjatuhkannya.

Kestabilan dalam suatu kelompok banyak dipengaruhi pengikut, dalam berbagai golongan. Banyak pengikut yang berambisi menjadi pemimpin menghalalkan segala cara untuk menjadi pemimpin. Saat dia memimpin, mencari keuntungan pribadi sebanyak-banyaknya, melupakan nantinya ia akan menjadi pengikut, melupakan esensi seorang pemimpin.




Bagi pembaca yang masih pengikut, sekarang adalah pemimpin dirinya sendiri (klise), jadilah pengikut yang mendukung pemimpinnya. Lalu nantinya saat menjadi pemimpin, samakan (paling tidak miripkan) visi dengan pengikut, satukan pengikut, stabilkan keadaan, dan tugas-tugas lain seorang pemimpin, jangan sampai menjadi pemimpin yang ditakuti, bahkan dibenci pengikut. Jadilah fleksibel, saat memimpin maupun dipimpin, karena fleksibilitas yang baik dapat membuat lawan menjadi kawan.

"I am a man of fixed and unbending principles, the first of which is to be flexible at all times."

Everett Dirksen

    "To lead people, walk beside them … As for the best leaders, the people do not notice their existence. The next best, the people honor and praise. The next, the people fear; and the next, the people hate … When the best leader’s work is done the people say, ‘We did it ourselves!"
        Lao-Tzu


Rabu, 23 Mei 2012

Untuk Menang....

"...there is no need for style in winning."

Penulis mendapat kata-kata ini dari anime Initial D 4th Stage, episode 12 diucapkan oleh Ryosuke Takahashi. Walaupun hanya dari anime, kata-kata ini banyak benarnya.

Ryosuke Takahashi, pendiri Project D
seperti kutipan ini, "All is fair in love and war." Sangat mencerminkan bahwa untuk menang diperbolehkan melakukan segala cara, tetapi harus dicatat, ini berlaku bukan saat kemenangan tidak mutlak diperlukan. Juga lebih baik tidak digunakan dalam kompetisi, tergantung cara pandang kita. 

Hmm

"ALL'S FAIR in love and war, we hear at a tender age. Though this is tempered by schoolboy concepts of fair play and never hit a man when he's down. Fair play is reasonable if you don't mean to win at any cost and the other guy doesn't mean to kill you, but all that goes by the board in any genuine confrontation. Juvenile tussles are one thing; a real fight is definitely something else. And so is real love and real hatred and anything else that's real. You don't learn to play poker by wagering matchsticks. Vae victis, or, as we say in English: Losers weepers." [1][2]

Kutipan diatas lebih sadis lagi dalam mementingkan kemenangan di atas segalanya. Walaupun disebutkan fair play dapat diterima jika kita tidak mutlak harus menang, tetapi di kalimat berikutnya ia mengatakan pertarungan sebenarnya adalah lain hal. Tentu saja kita tidak belajar poker dengan bertaruh menggunakan korek, pengalaman sebenarnya akan dirasakan saat kita menggunakan uang.

Sun Tzu berkata:
"For to win one hundred victories in one hundred battles is not the acme of skill. To subdue the enemy without fighting is the acme of skill."
Ini menunjukkan kemenangan dapat diraih tanpa bertarung, bahkan itu adalah kemenangan yang terbaik. Bagaimana maksudnya? Dijelaskan dalam berikut ini:

"All warfare is based on deception. Hence, when able to attack, we must seem unable; when using our forces, we must seem inactive; when we are near, we must make the enemy believe we are far away; when far away, we must make him believe we are near. Hold out baits to entice the enemy."
dan, 

 Jadi, bagaimana? Dengan menyerang di tempat yang tak terduga, dengan menyerang di tempat yang lemah, dengan melakukan segala hal hingga musuh tidak bisa bertarung dengan kita.

Namun, bagaimana jika kita dalam suatu pertandingan futsal atau basket? Haruskah kita melakukan segala cara?


Tentu saja "segala cara" di sini bukan dengan mematahkan kaki lawan, atau membuat lawan tidak bisa bertanding (lo kira smack down?). Tetapi "dirty tricks" yang tidak mencederai tentu sah-sah saja, tindakan provokatif misalnya. Masih ingat kan diving Christiano Ronaldo dalam pertandingan Portugal melawan Inggris yang mengakibatkan kertu merah untuk Wayne Rooney? Atau trik Sergio Busquets yang selalu membuat lawan bahkan penonton kesal? Atau cara Muhammad Ali memprovokasi lawannya?


Bahkan mengulur-ulur waktu untuk mempertahankan atau mencapai kemenangan banyak dilakukan di berbagai jenis olahraga. Dalam bulutangkis, dengan mengganti shuttlecock, berpura-pura belum siap sebelum lawan serve. Dalam tinju, dengan clinching. Bahkan Musashi melakukannya dalam pertarungannya melawan Kojiro dengan sengaja datang terlambat.

Berpelukan. Bukan berpelukan ala Teletubbies

Sekali lagi, untuk menang tidak perlu gaya, seperti kata para programmer, "Keep It Simple, Stupid."


Satu lagi kutipan Ryosuke Takahashi,

"It's the driver's job to maximize the car's potential. When you're racing if there's something that your car is superior to your opponent's car in, you should use that as your means of attack."



[2] "All's fair in love and war," kutipan dari Frank Farleigh (1850, oleh Francis Edward Smedley, 1818 - 1864) dan juga merupakan parafrase populer dari "Love and War are the same thing, and stratagems and polity are as allowable in the one as in the other." - Miguel de Cervantes (1547 - 1616), Don Quixote (1605 -1615)'

Jumat, 13 April 2012

renungan auto-pilot

Saya heran dengan orang-orang yang bilang kalau negara ini auto-pilot. Waktu pertama mendengar istilah ini, saya bahkan tidak tahu apa maksudnya. "Ya iyalah, masa ada negeri atau negara auto-pilot?" itu yang ada dalam pikiran saya waktu itu.

Coba kita telaah lebih dulu arti auto-pilot. Menurut Wikipedia, auto-pilot adalah sistem mekanikal, elektrikal, atau hidraulik yang memandu sebuah kendaraan tanpa campur tangan dari manusia. Umumnya pilot otomatis dihubungkan dengan pesawat, tetapi pilot otomatis juga digunakan di kapal dengan istilah yang sama.

Jika dianalogikan negara adalah pesawat terbang, berarti negara auto-pilot adalah negara yang berjalan dengan sendirinya tanpa campur tangan pengendali, dengan kata lain pemimpin atau pemerintah. Mungkinkah? Mungkinkah negara ini berjalan tanpa pilot? Tanpa pemimpin? Tanpa pemerintah? Apa jadinya negeri ini jika terjadi hal tersebut? Bisa dibayangkan amburadulnya keadaan negeri ini jika tidak ada pemerintah, tanpa ada yang mengatur.

pesawat terbang


Jika negeri ini auto-pilot, mungkinkah Indonesia mencapai perkembangan ekonomi di saat negara lain mengalami kemunduran ketika krisis terjadi. Jika benar auto-pilot, lalu siapa yang berencana menaikkan harga bbm untuk mengalihkan subsidi ke sektor yang lebih produktif? Masyarakat? Tentu saja pemerintah.

lepas tangan?

Pemerintah mungkin saja melakukan kebijakan yang tidak populer. Tidak populer dalam arti benar-benar tidak populer, hanya segelintir masyarakat yang mengetahuinya. Atau bisa juga tidak populer dalam arti masyarakat kurang menyetujuinya.

Jika setiap kebijakan diprotes oleh masyarakat, itu boleh-boleh saja. Tetapi protes berlebihan tanpa mengetahui maksud di dalam kebijakan tersebut tidaklah benar. Tidak mungkin ada kebijakan yang disukai atau disetujui oleh setiap anggota suatu organisasi. Kebijakan memang tidak seharusnya menyenangkan semua pihak, tetapi membawa organisasinya menuju arah yang lebih baik.Bahkan dalam kelompok belajar berisi 5 orang pasti ada kemungkinan orang tidak setuju pada keputusan ketua kelompok, apalagi jika dibandingkan dengan kebijakan pemerintah yang mengatur 1 negara? Yang termasuk salah satu negara berpenduduk terbanyak di dunia?

berlebihan kan?

Jika Indonesia disibut auto-pilot, mau dikemanakan aparat pemerintah, pejabat negara, pegawai negeri, gubernur, lurah, camat, bupati, dan lain-lain lagi yang benar-benar berusaha menjadikan negeri ini lebih baik? "Jangan menilai buku dari sampulnya." Ya iyalah, sampulnya doang paling sepersepuluh harga bukunya. Emang ada orang beli buku sampulnya doang? Kalo si "Kariage kun" mungkin iya.
Kariage kun

Marilah kita renungkan kembali apa saja yang sudah pemerintah lakukan untuk kita, jangan yang buruknya saja, yang baiknya juga.
Marilah kita renungkan kembali apa saja yang sudah kita berikan untuk negeri ini, jangan yang baiknya saja, yang buruknya juga, hehe,
Jika sudah selesai renungannya, mari lakukan sesuatu untuk negeri kita tercinta, Indonesia. Jangan yang buruk, yang baik tentu saja. XD

Rabu, 28 Maret 2012

Peak Oil and Abiotic Oil

According to the International Energy Agency, demand for oil has in fact peaked in Organization for Economic Cooperation and Development member countries, 30 of the world's most developed nations. The agency's chief economist, Fatih Birol, estimates that because of advances in technology, the demand for petroleum in these developed nations probably will never return to the levels seen in 2007. However, despite the flat demand over the past two years in Europe, Japan, and the United States, the IEA predicts that burgeoning demand for oil in emerging markets such as China and India will offset any declines and that worldwide demand will continue to increase.

With demand growing, the concept of "peak oil"--the theory that the world's supply of accessible oil will reach a high point and then begin to decline--has many people worried and uncertain about oil's prospects. According to Gary Long, the Energy Information Agency's expert on crude oil reserves, while the world supply is finite, there's very little consensus about how much is left or how much technology will progress to extract difficult-to-obtain reserves. But what happens in the future will depend on the available alternatives, Long says. [1]

Abiogenic petroleum origin is a hypothesis that was proposed as an alternative to theory of biological petroleum origin. It was relatively popular in the past, but it became largely forgotten at the end of the 20th century after it failed to predict the location of new wells.
The abiogenic hypothesis argues that petroleum was formed from deep carbon deposits, perhaps dating to the formation of the Earth. Supporters of the abiogenic hypothesis suggest that a great deal more petroleum exists on Earth than commonly thought, and that petroleum may originate from carbon-bearing fluids that migrate upward from the mantle. The presence of methane on Saturn's moon Titan and in the atmospheres of Jupiter, Saturn, Uranus and Neptune is cited[1] as evidence of the formation of hydrocarbons without biology.

The biogenic theory for petroleum was first proposed by Georg Agricola in the 16th century and various abiogenic hypotheses were proposed in the 19th century, most notably by Alexander von Humboldt, the Russian chemist Dmitri Mendeleev and the French chemist Marcellin Berthelot. Abiogenic hypotheses were revived in the last half of the 20th century by Russian and Ukrainian scientists, who had little influence outside the Soviet Union because most of their research was published in their native languages. The theory was re-defined and made popular in the West by Thomas Gold, who published all his research in English.[2]

This story really begins in 1946, just after the close of World War II, which had illustrated quite effectively that oil was integral to waging modern, mechanized warfare. Stalin, recognizing the importance of oil, and recognizing also that the Soviet Union would have to be self sufficient, launched a massive scientific undertaking that has been compared, in its scale, to the Manhattan Project. The goal of the Soviet project was to study every aspect of petroleum, including how it is created, how reserves are generated, and how to best pursue petroleum exploration and extraction.

The challenge was taken up by a wide range of scientific disciplines, with hundreds of the top professionals in their fields contributing to the body of scientific research. By 1951, what has been called the Modern Russian-Ukrainian Theory of Deep, Abiotic Petroleum Origins was born. A healthy amount of scientific debate followed for the next couple of decades, during which time the theory, initially formulated by geologists, based on observational data, was validated through the rigorous quantitative work of chemists, physicists and thermodynamicists. For the last couple of decades, the theory has been accepted as established fact by virtually the entire scientific community of the (former) Soviet Union. It is backed up by literally thousands of published studies in prestigious, peer-reviewed scientific journals.

For over fifty years, Russian and Ukrainian scientists have added to this body of research and refined the Russian-Ukrainian theories. And for over fifty years, not a word of it has been published in the English language (except for a fairly recent, bastardized version published by astronomer Thomas Gold, who somehow forgot to credit the hundreds of scientists whose research he stole and then misrepresented).

This is not, by the way, just a theoretical model that the Russians and Ukrainians have established; the theories were put to practical use, resulting in the transformation of the Soviet Union - once regarded as having limited prospects, at best, for successful petroleum exploration - into a world-class petroleum producing, and exporting, nation.

The modern Russian-Ukrainian theory of deep, abiotic petroleum origins is not new or recent. This theory was first enunciated by Professor Nikolai Kudryavtsev in 1951, almost a half century ago, (Kudryavtsev 1951) and has undergone extensive development, refinement, and application since its introduction. There have been more than four thousand articles published in the Soviet scientific journals, and many books, dealing with the modern theory. This writer is presently co-authoring a book upon the subject of the development and applications of the modern theory of petroleum for which the bibliography requires more than thirty pages.

The modern Russian-Ukrainian theory of deep, abiotic petroleum origins is not the work of any one single man -- nor of a few men. The modern theory was developed by hundreds of scientists in the (now former) U.S.S.R., including many of the finest geologists, geochemists, geophysicists, and thermodynamicists of that country. There have now been more than two generations of geologists, geophysicists, chemists, and other scientists in the U.S.S.R. who have worked upon and contributed to the development of the modern theory. (Kropotkin 1956; Anisimov, Vasilyev et al. 1959; Kudryavtsev 1959; Porfir'yev 1959; Kudryavtsev 1963; Raznitsyn 1963; Krayushkin 1965; Markevich 1966; Dolenko 1968; Dolenko 1971; Linetskii 1974; Letnikov, Karpov et al. 1977; Porfir'yev and Klochko 1981; Krayushkin 1984)

The modern Russian-Ukrainian theory of deep, abiotic petroleum origins is not a vague, qualitative hypothesis, but stands as a rigorous analytic theory within the mainstream of the modern physical sciences. In this respect, the modern theory differs fundamentally not only from the previous hypothesis of a biological origin of petroleum but also from all traditional geological hypotheses. Since the nineteenth century, knowledgeable physicists, chemists, thermodynamicists, and chemical engineers have regarded with grave reservations (if not outright disdain) the suggestion that highly reduced hydrocarbon molecules of high free enthalpy (the constituents of crude oil) might somehow evolve spontaneously from highly oxidized biogenic molecules of low free enthalpy. Beginning in 1964, Soviet scientists carried out extensive theoretical statistical thermodynamic analysis which established explicitly that the hypothesis of evolution of hydrocarbon molecules (except methane) from biogenic ones in the temperature and pressure regime of the Earth's near-surface crust was glaringly in violation of the second law of thermodynamics.

They also determined that the evolution of reduced hydrocarbon molecules requires pressures of magnitudes encountered at depths equal to such of the mantle of the Earth. During the second phase of its development, the modern theory of petroleum was entirely recast from a qualitative argument based upon a synthesis of many qualitative facts into a quantitative argument based upon the analytical arguments of quantum statistical mechanics and thermodynamic stability theory. (Chekaliuk 1967; Boiko 1968; Chekaliuk 1971; Chekaliuk and Kenney 1991; Kenney 1995) With the transformation of the modern theory from a synthetic geology theory arguing by persuasion into an analytical physical theory arguing by compulsion, petroleum geology entered the mainstream of modern science.

The modern Russian-Ukrainian theory of deep, abiotic petroleum origins is not controversial nor presently a matter of academic debate. The period of debate about this extensive body of knowledge has been over for approximately two decades (Simakov 1986). The modern theory is presently applied extensively throughout the former U.S.S.R. as the guiding perspective for petroleum exploration and development projects. There are presently more than 80 oil and gas fields in the Caspian district alone which were explored and developed by applying the perspective of the modern theory and which produce from the crystalline basement rock. (Krayushkin, Chebanenko et al. 1994) Similarly, such exploration in the western Siberia cratonic-rift sedimentary basin has developed 90 petroleum fields of which 80 produce either partly or entirely from the crystalline basement. The exploration and discoveries of the 11 major and 1 giant fields on the northern flank of the Dneiper-Donets basin have already been noted. There are presently deep drilling exploration projects under way in Azerbaijan, Tatarstan, and Asian Siberia directed to testing potential oil and gas reservoirs in the crystalline basement.

It appears that, unbeknownst to Westerners, there have actually been, for quite some time now, two competing theories concerning the origins of petroleum. One theory claims that oil is an organic 'fossil fuel' deposited in finite quantities near the planet's surface. The other theory claims that oil is continuously generated by natural processes in the Earth's magma. One theory is backed by a massive body of research representing fifty years of intense scientific inquiry. The other theory is an unproven relic of the eighteenth century. One theory anticipates deep oil reserves, refillable oil fields, migratory oil systems, deep sources of generation, and the spontaneous venting of gas and oil. The other theory has a difficult time explaining any such documented phenomena.

So which theory have we in the West, in our infinite wisdom, chosen to embrace? Why, the fundamentally absurd 'Fossil Fuel' theory, of course -- the same theory that the 'Peak Oil' doomsday warnings are based on.[3]
The conventional theory of petroleum formation connects oil with the process of sedimentation. And, indeed, nearly all of the oil that has been discovered over the past century-and-a-half is associated with sedimentary rocks. On the other hand, it isnít difficult to find rocks that once existed at great depths where, according the theories of Gold and the Russians, conditions should have been perfect for abiotic oil formation or the accumulation of primordial petroleum - but such rocks typically contain no traces of hydrocarbons. In the very rare instances where small amounts of hydrocarbons are seen in igneous or metamorphic rocks, the latter are invariably found near hydrocarbon-bearing sedimentary rocks, and the hydrocarbons in both types of rock contain identical biomarkers (more on that subject below); the simplest explanation in those cases is that the hydrocarbons migrated from the sedimentary rocks to the igneous-metamorphic rocks.

A significant reservoir of crude oil was discovered nearby in the late '60s, and by 1970, a platform named Eugene 330 was busily producing about 15,000 barrels a day of high-quality crude oil. By the late '80s, the platform's production had slipped to less than 4,000 barrels per day, and was considered pumped out. Done. Suddenly, in 1990, production soared back to 15,000 barrels a day, and the reserves which had been estimated at 60 million barrels in the '70s, were recalculated at 400 million barrels. Interestingly, the measured geological age of the new oil was quantifiably different than the oil pumped in the '70s. Analysis of seismic recordings revealed the presence of a "deep fault" at the base of the Eugene Island reservoir which was gushing up a river of oil from some deeper and previously unknown source.
Production from Eugene Island had achieved 20,000 barrels per day by 1989; by 1992 it had slipped to 15,000 b/d, but recovered to reach a peak of 30,000 b/d in 1996. Production from the reservoir has dropped steadily since then.
 
The evidence at Eugene Island suggests the existence of deep source rocks from which the reservoir is indeed very slowly refilling - but geologists working there do not hypothesize a primordial origin for the oil. In "Oil and Gas - 'Renewable Resources'?" Kathy Blanchard of PNL writes, "Recent geochemical research at Woods Hole Oceanographic Institution has demonstrated that the wide range in composition of the oils in different reservoirs of the Eugene Island 330 field can be related to one another and to a deeper source rock of Jurassic-Early Cretaceous age." (10) Her article explains that this kind of migration from nearby source rocks is hardly unique, and discusses it in the context of conventional biotic theory.

A technical paper by David S. Holland, et al., "Eugene Island Block 330 Field - U.S.A. Offshore Louisiana," published by AAPG, notes that the Eugene Island oils show abundant evidence of long-distance vertical migration. Based on a variety of biomarker and gasoline-range maturity indicators, these oils are estimated to have been generated at depths of 4572 to 4877 m (15,000 to 16,000 ft) at vitrinite reflectance maturities of 0.08 to 1.0% and temperatures of 150 to 170C (300 to 340F). Their presence in shallow, thermally immature reservoirs requires significant vertical migration. This is illustrated on Figure 36, which represents a burial and maturation history for the field at the time of petroleum migration, that is, at the end of Trimosina "A" time approximately 500,000 years ago.

A plot of the present measured maturity values versus depth is superimposed on the calculated maturity profile for Trimosina "A" time to illustrate the close agreement between measured and predicted maturity profiles. The clear discrepancy between reservoir maturity and oil maturity is striking and suggests that the oil migrated more than 3650 m (12,000 ft) from a deep, possibly upper Miocene, source facies. Petroleum migration along faults is indicated based on the observed temperature and hydrocarbon anomalies at the surface and the distribution of pay in the subsurface. These results are consistent with those of Young et al. (1977), who concluded that most Gulf of Mexico oils originated 2438 to 3350 m (8000 to 11,000 ft) deeper than their reservoirs, from source beds 5 to 9 million years older than the reservoirs[4]


footnotes:
[1] http://www.usnews.com/news/energy/slideshows/energy-reality-check/2
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Abiogenic_petroleum_origin
[3] http://educate-yourself.org/cn/davemcgowanstalinandabioticoil05mar05.shtml
[4] http://www.rense.com/general58/biot.htm


-Conspiracy Theories-



Minggu, 25 Maret 2012

Bahaya Liur Anjing


Inilah Sebabnya Mengapa Jika Terkena Liur Anjing Harus Dibasuh Dengan Tanah

Ternyata hal ini sudah diberitahukan pada kita sejak 1400 tahun yang lalu. Ilmuwan membuktikan jika Virus anjing itu sangat lembut dan kecil. Sebagaimana diketahui, semakin kecil ukuran mikroba, ia akan semakin efektif untuk menempel dan melekat pada dinding sebuah wadah.

Air liur anjing mengandung virus berbentuk pita cair. Dalam hal ini tanah berperan sebagai penyerap mikroba berikut virus-virusnya yang menempel dengan lembut pada wadah. Perhatikan kata Rosulullah berikut :

Dari Abu Hurairah Rhadyallahu Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, Sucinya wadah seseorang saat dijilat anjing adalah dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya dengan menggunakan tanah.

Dari Abu Hurairah Rhadyallahu Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, Apabila anjing menjilat wadah seseorang, maka keriklah (bekasnya) lalu basuhlah wadah itu tujuh kali. (HR. Muslim)

Bahaya Liur Anjing

Air liur anjing dari jenis apapun berbahaya bagi manusia. Persatuan Dokter Kesehatan Anak di Munich-Jerman, mengungkapkan bahwa air liur anjing mengandung berbagai kuman penyebab penyakit. Bakteri tersebut dapat masuk dan menyerang organ dalam manusia melalui sistem terbuka.

Resiko tertular penyakit kian besar apabila terkena gigitan anjing.

Siapa yang menjadikan anjing –kecuali anjing penjaga ternak, atau anjing pemburu, atau anjing penjaga tanaman- niscaya berkuranglah satu qirath pahalanya setiap hari

Bahaya anjing tidak hanya pada liurnya saja.

Menurut peneliti dari Universitas Munich, menyatakan bahwa memelihara anjing meningkatkan resiko kanker payudara. Peluang dan resiko mengidap kanker oleh karena memelihara anjing jauh lebih besar dibanding memelihara piaraan lain seperti kucing dan kelinci.

Sebanyak 79,7 % penderita kanker payudara ternyata sering bercanda dengan anjing, diantaranya dengan memeluk, mencium, menggendong, memandika, dan semua aktivitas perawatan anjing. Hanya 4,4 % pasien yang tidak memiliki hewan peliharaan.

Mengapa Harus Dibersihkan Dengan Tanah

Tanah, menurut ilmu kedokteran modern diketahui mengandung dua materi yang dapat membunuh kuman-kuman, yakni: tetracycline dan tetarolite. Dua unsur ini digunakan untuk proses pembasmian (sterilisasi) beberapa kuman.

Eksperimen dan beberapa hipotesa menjelaskan bahwa tanah merupakan unsur yang efektif dalam membunuh kuman. Anda juga bakal terkejut ketika mengetahui tanah kuburan orang yang meninggal karena sakit aneh dan keras, yang anda kira terdapat banyak kuman karena penyakitnya itu, ternyata para peneliti tidak menemukan bekas apapun dari kuman penyakit tersebut di dalam kandungan tanahnya.

Menurut Muhammad Kamil Abd Al Shamad, tanah mengandung unsur yang cukup kuat menghilangkan bibit-bibit penyakit dan kuman-kuman. Hal ini berdasarkan bahwa molekul-molekul yang terkandung di dalam tanah menyatu dengan kuman-kuman tersebut, sehingga mempermudah dalam proses sterilisasi kuman secara keseluruhan. Ini sebagaimana tanah juga mengandung materi-materi yang dapat mensterilkan bibit-bibit kuman tersebut.

Para dokter mengemukakan, kekuatan tanah dalam menghentikan reaksi air liur anjing dan virus-virus di dalamnya lebih besar karena perbedaan dalam daya tekan pada wilayah antara cairan (air liur anjing) dan tanah.

Dr. Al Isma’lawi Al-Muhajir mengatakan anjing dapat menularkan virus tocks characins, virus ini dapat mengakibatkan kaburnya penglihatan dan kebutaan pada manusia.

Fakta Tentang Anjing Yang Tak Banyak Diketahui.

dr. Ian Royt menemukan 180 sel telur ulat dalam satu gram bulunya, seperempat lainnya membawa 71 sel telur yang mengandung jentik-jentik kuman yang tumbuh berkembang, tiga di antaranya dapat matang yang cukup dengan menempelkannya pada kulit. Sel-sel telur ulat ini sangat lengket dengan panjang mencapai 1 mm. Data statistik di Amerika menunjukan bahwa terdapat 10 ribu orang yang terkena virus ulat tersebut, kebanyakan adalah anak-anak.

Secara ilmiah, anjing dapat menularkan berbagai macam penyakit yang membahayakan karena ada ulat-ulat yang tumbuh berkembang biak dalam ususnya. Para dokter menguatkan bahaya ulat ini dan racun air liur yang disebabkan oleh anjing. Biasanya penyakit ini berpindah pada manusia atau hewan melalui air liur pembawa virus yang masuk pada bekas jilatannya atau pada luka yang terkena air liurnya.

Ketika ulat-ulat ini sampai pada tubuh manusia, maka ia akan bersemayam di bagian organ tubuh manusia yaitu paru-paru. Ulat yang bersemayam di paru-paru, yang bertempat di hati dan beberapa organ tubuh bagian dalam lainnya, mengakibatkan terbentuknya kantong yang penuh dengan cairan. Dari luar, kantong ini diliputi oleh dua lapisan dengan ukuran kantong sebesar bentuk kepala embrio. Penyakit tersebut berkembang dengan lambat. Ulat Echinococcosis dapat tumbuh berkembang di dalam kantong itu selama bertahun-tahun.

SUBHANALLAH….lebih dari 1400 tahun yang lalu Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassalam telah menyarankan untuk tidak bersentuhan dengan anjing dan air liurnya, dan telah memerintahkan untuk membasuhnya (jika terkena) dengan tujuh kali siraman yang salah satunya menggunakan tanah.

Penelitian Ir. Soekarno

Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki menjelaskan bahwa kajian ilmuan membuktikan bahawa, air liur anjing mengandung mikrobakteria sehingga jika objek yang terkena air liur anjing dicuci dengan sabun, maka tidak menjamin bersih dari mikrobakteria tersebut.

Untuk mematikan kuman tersebut, harus dengan cara ditaburi tanah atau debu yang dicampur dengan air. Cara ini terbukti berkesan berdasarkan kajian dan uni kaji makmal yang di masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam tidak ada.

Suatu ketika, bekas Presiden Repulik Indonesia, Soekarno, pernah mengatakan bahwa pada zaman sekarang kita tidak perlu lagi menyamak, atau membasuh tujuh kali yang diantaranya dicampur dengan debu apabila terkena najis kelas berat.

Cukup menggunakan sabun. Pendapatnya ditentang oleh para ulama Indonesia pada waktu itu. Para ulama tersebut meminta Presiden untuk melakukan eksperimen membuktikan mana yang lebih relevan; penggunaan sabun atau dengan debu. Maka dilakukanlah eksperimen dengan sampel dua benda yang telah dijilat oleh anjing. Satu di antara dicuci menggunakan sabun, dan yang satu lagi dibersihkan dengan debu.

Hasil dari pengamatan mikroskop didapati bahwa, benda yang dibasuh dengan menggunakan sabun masih terlihat kuman dari hasil jilatan anjing. Sebaliknya, benda yang dibersihkan dengan debu sangat bersih dan terbebas dari kuman.

Maha Suci Allah dengan segala kekuasaan-Nya. Sungguh, apa-apa yang ditetapkan Allah, ada manfaat yang boleh diambil.



dikutip dari : akun facebook Dunia Islam