Rabu, 23 Mei 2012

Untuk Menang....

"...there is no need for style in winning."

Penulis mendapat kata-kata ini dari anime Initial D 4th Stage, episode 12 diucapkan oleh Ryosuke Takahashi. Walaupun hanya dari anime, kata-kata ini banyak benarnya.

Ryosuke Takahashi, pendiri Project D
seperti kutipan ini, "All is fair in love and war." Sangat mencerminkan bahwa untuk menang diperbolehkan melakukan segala cara, tetapi harus dicatat, ini berlaku bukan saat kemenangan tidak mutlak diperlukan. Juga lebih baik tidak digunakan dalam kompetisi, tergantung cara pandang kita. 

Hmm

"ALL'S FAIR in love and war, we hear at a tender age. Though this is tempered by schoolboy concepts of fair play and never hit a man when he's down. Fair play is reasonable if you don't mean to win at any cost and the other guy doesn't mean to kill you, but all that goes by the board in any genuine confrontation. Juvenile tussles are one thing; a real fight is definitely something else. And so is real love and real hatred and anything else that's real. You don't learn to play poker by wagering matchsticks. Vae victis, or, as we say in English: Losers weepers." [1][2]

Kutipan diatas lebih sadis lagi dalam mementingkan kemenangan di atas segalanya. Walaupun disebutkan fair play dapat diterima jika kita tidak mutlak harus menang, tetapi di kalimat berikutnya ia mengatakan pertarungan sebenarnya adalah lain hal. Tentu saja kita tidak belajar poker dengan bertaruh menggunakan korek, pengalaman sebenarnya akan dirasakan saat kita menggunakan uang.

Sun Tzu berkata:
"For to win one hundred victories in one hundred battles is not the acme of skill. To subdue the enemy without fighting is the acme of skill."
Ini menunjukkan kemenangan dapat diraih tanpa bertarung, bahkan itu adalah kemenangan yang terbaik. Bagaimana maksudnya? Dijelaskan dalam berikut ini:

"All warfare is based on deception. Hence, when able to attack, we must seem unable; when using our forces, we must seem inactive; when we are near, we must make the enemy believe we are far away; when far away, we must make him believe we are near. Hold out baits to entice the enemy."
dan, 

 Jadi, bagaimana? Dengan menyerang di tempat yang tak terduga, dengan menyerang di tempat yang lemah, dengan melakukan segala hal hingga musuh tidak bisa bertarung dengan kita.

Namun, bagaimana jika kita dalam suatu pertandingan futsal atau basket? Haruskah kita melakukan segala cara?


Tentu saja "segala cara" di sini bukan dengan mematahkan kaki lawan, atau membuat lawan tidak bisa bertanding (lo kira smack down?). Tetapi "dirty tricks" yang tidak mencederai tentu sah-sah saja, tindakan provokatif misalnya. Masih ingat kan diving Christiano Ronaldo dalam pertandingan Portugal melawan Inggris yang mengakibatkan kertu merah untuk Wayne Rooney? Atau trik Sergio Busquets yang selalu membuat lawan bahkan penonton kesal? Atau cara Muhammad Ali memprovokasi lawannya?


Bahkan mengulur-ulur waktu untuk mempertahankan atau mencapai kemenangan banyak dilakukan di berbagai jenis olahraga. Dalam bulutangkis, dengan mengganti shuttlecock, berpura-pura belum siap sebelum lawan serve. Dalam tinju, dengan clinching. Bahkan Musashi melakukannya dalam pertarungannya melawan Kojiro dengan sengaja datang terlambat.

Berpelukan. Bukan berpelukan ala Teletubbies

Sekali lagi, untuk menang tidak perlu gaya, seperti kata para programmer, "Keep It Simple, Stupid."


Satu lagi kutipan Ryosuke Takahashi,

"It's the driver's job to maximize the car's potential. When you're racing if there's something that your car is superior to your opponent's car in, you should use that as your means of attack."



[2] "All's fair in love and war," kutipan dari Frank Farleigh (1850, oleh Francis Edward Smedley, 1818 - 1864) dan juga merupakan parafrase populer dari "Love and War are the same thing, and stratagems and polity are as allowable in the one as in the other." - Miguel de Cervantes (1547 - 1616), Don Quixote (1605 -1615)'