Saya tergugah untuk mencari lebih jauh tentang Tan Malaka karena sebuah buku berjudul "Garis Merah di Rijswijk". Sesungguhnya pertama kali membaca judul buku ini di toko buku, yang ada di pikiran saya adalah, "ah, liburan, malas baca buku susah". Tetapi, entah mengapa saya beli juga.
Jarang saya membaca kata pengantar sebuah buku dengan lengkap, dan sekali ini saya lakukan, kata pengantarnya membuat saya ingin membaca buku ini lebih jauh. Membaca daftar isinya, judul bab-bab buku ini banyak menyebut tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Lebih hebat lagi, dari buku ini saya baru tahu kalau Istana Negara memiliki nama lain, antara lain Hotel van den Gouverneur Generaal dan Istana Rijswijk. Dan di buku pertama dari trilogi Rijswick ini, saya pertama kali membaca tentang Tan Malaka, dan membuat saya ingin tahu lebih jauh tentangnya.
Siapakah Tan Malaka?
Berbicara tentang Tan Malaka, maka kita berbicara mengenai tokoh
legendaris. Bisa dibilang dialah tokoh pejuang paling misterius
sepanjang sejarah kemerdekaan. Selama hidupnya ia hanya merasakan
beberapa tahun kebebasan dan berjuang ditengah-tengah rakyat, dan
selebihnya ia berada dalam pengasingan atau dalam penjara.
Tokoh ini memang cukup unik. Bila kita perhatikan, pemikirannya begitu
kompleks. Tan Malaka tidak hanya selalu dapat dikatakan sebagai pemimpin
komunis, namun lebih dari itu. Di mata Ben Anderson, Tan Malaka
dilihat sebagai seorang nasionalis yang komunis. Sedangkan George Mc. T
Kahin lebih suka melihat Tan Malaka dalam perspektif seorang komunis
yang menyadari arti penting nasionalisme sebagai sikap mandiri yang
harus dijunjung tinggi. Sementara Semaoen, pemimpin PKI pertama,
melihat Tan Malaka sebagai seorang Marxis-Leninis yang konsisten. Di
mata PKI sendiri pasca pemberontakan 1926/1927 Tan Malaka dilihat
sebagai Trotskyis, symbol untuk menyebut musuh partai dalam perspektif
Stalinis. Bahkan lebih jauh dari itu Hamka juga menyebut Tan Malaka
sebagai pemimpin Islam Indonesia, sama seperti Soekarno dan Hatta.

Dalam catatan sejarah kelahiran Tan Malaka masih terdapat
perbedaan-perbedaan mengenai tanggal, tahun lahirnya namun dengan
catatan ia masuk sekolah rendah tahun 1903. jadi diasumsikan Tan Malaka
lahir pada 02 Juni 1897 di desa Pandan Gadang Sumatera Barat. Nama
lengkapnya Ibrahim Datuk Tan Malaka sebuah nama khas Minang yang kental
dengan tradisi islamnya. Ia lahir (kemungkinan) tahun 1894 di
desa kecil bernama Pandan Gadang, tak jauh dari Suliki, Minangkabau,
Sumatera Barat. Tata kemasyarakatan di tempat kelahirannya, akan
mewarnai radikalitas gerakan yang ia lakukan di kemudian hari.
Ia bisa dikategorikan sebagai slah satu dari
tokoh-tokoh besar bangsa Indonesia sejajar dengan Soekarno, Hatta,
Syahrir, Moh. Yamin, dll. Perjuangannya yang revolusioner juga
dibuktikannya dengan kemunculan karya-karyanya yang orisinil dan
filosofis sehingga sangat berpengaruh terhadap sejarah perjuangan
bangsa Indonesia . Sayangnya tak banyak penulis Indonesia dimasa
kemerdekaan yang mengeksplorasi pemikirannya karena persepsi dan stigma
yang negatif terhadapnya. Namun Tan Malaka tetaplah sosok yang tak
pernah berhenti berfikir. Sumbangan pemikirannya akan menjadi refleksi
bagi perenungan kita dimasa sekarang dan akan datang untuk terus
melanjutkan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia .

Ketika menceritakan riwayat hidupnya, Tan Malaka berusaha melepaskan
keterkaitannya dengan PKI, dengan mengaku sebagai ketua Sarekat Rakyat
dan bukan Comintern. “Saya bukan Bolsyevik”. Ia mengelak dari tuduhan
tersebut. “Jika seseorang mencintai tanah airnya memperlihatkan
kecendrungan terhadap bolsyevikisme, maka panggillah saya Bolsyevik”.
Marxisme bagi Tan Malaka harus dipahami dalam kerangka teoritis dan
penerapannya amat tergantung pada kondisi masyarakat dimana ia tinggal.
Yang penting dari Marxisme penerapan metode Marx berfikir, bukan
menjalankan hasilnya cara berfikir.
Beberapa kali Tan Malaka menyatakan dirinya sebagai seorang komunis dan
materialis, namun disisi yang lain dia juga mempercayai agama. Menurut
Tan Malaka, masyarakat Indonesia tidak mungkin dapat menerima filsafat
materialism Barat, yang Marxisme adalah turunannya. Formula yang tepat
bagi keyakinan politiknya adalah Murbaisme.
Mengapa nama Tan Malaka tidak boleh dilenyapkan dari benak bangsa
Indonesia? Selain posisinya yang unik dalam perjuangan menggapai
kemerdekaan, juga sepak terjang gerakan politiknya yang super radikal.
Karenanya, tak bisa mengenang Bung Karno dengan melupakan Tan Malaka,
begitu pula sebaliknya.
Tan Malaka bernama asli Ibrahim.
Salah satu gagasan penting oleh Tan Malaka, adalah sistem pengelolaan bangsa oleh organisasi tunggal yang efisien. Mirip negara sosialis pada umumnya. Tidak meniru sistem Trias Politika Montesquieu.
"Karena badan legislatif hanyalah "warung kopi orang-orang kuat". Mereka hanya sebatas membuat aturan, dan hanya ongkang-ongkang kaki saat badan eksekutif pontang-panting menegakkan eksistensi negara. Bahkan, cuma sekedar mengkritik! Akibatnya, karena kurang pekerjaan, mereka akan "berselingkuh"dan "kongkalikong" dengan badan negara lainnya demi perut sendiri."
Sumber-sumber:
http://haidarfahri.blogspot.com/2011_10_01_archive.html
http://rosodaras.wordpress.com/tag/chaerul-saleh/
Garis Merah di Rijswijk. Li Loh. 2012
Naar de Republiek Indonesie (Menuju Republik Indonesia). Tan Malaka.
1924