"Perbanyaklah olehmu mengingat-ingat kepada sesuatu yang melenyapkan segala macam kelezatan, yaitu kematian.” (HR. Turmudzi).
Kematian adalah hal yang pasti bagi setiap manusia, meningatnya adalah salah satu obat kegelisahan dan kegundahan bagi orang beriman. Dan salah satu racun dunia, adalah terlalu mencintainya, mencintai dunia.
Menurut para ulama hadits di atas adalah sebuah kalimat yang singkat, tetapi sarat dengan pesan dan pelajaran. Orang yang benar-benar ingat kematian, dengan sendirinya akan sadar tentang hakikat nikmat yang tengah dirasakannya di dunia. Sehingga ia tidak akan banyak berharap nikmat itu akan abadi di masa datang, dan ia akan bersikap zuhud terhadap apa yang diharapkan daripadanya.
Allah berfirman,
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (16) وَالْآَخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (17)
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al A’laa: 16-17)
Jika kita lihat pengertian zuhud yang lebih bagus dan mencakup setiap pengertian zuhud yang disampaikan oleh para ulama, maka pengertian yang sangat bagus adalah yang disampaikan oleh Abu Sulaiman Ad Daroni. Beliau mengatakan, “Para ulama berselisih paham tentang makna zuhud di Irak. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa zuhud adalah enggan bergaul dengan manusia. Ada pula yang mengatakan, “Zuhud adalah meninggalkan berbagai macam syahwat.” Ada pula yang memberikan pengertian, “Zuhud adalah meninggalkan rasa kenyang” Namun definisi-definisi ini saling mendekati. Aku sendiri berpendapat,
أَنَّ الزُهْدَ فِي تَرْكِ مَا يُشْغِلُكَ عَنِ اللهِ
“Zuhud adalah meninggalkan berbagai hal yang dapat melalaikan dari mengingat Allah.”[2]
Jika bisnis yang dijalani malah lebih menyibukkan pada dunia sehingga lalai dari kewajiban shalat, maka sikap zuhud adalah meninggalkannya. Begitu pula jika permainan yang menghibur diri begitu berlebihan dan malah melalaikan dari Allah, maka sikap zuhud adalah meninggalkannya. Demikian pengertian zuhud yang amat luas cakupan maknanya.
Sebagaimana sudah ditegaskan bahwa dunia itu tidak tercela secara mutlak. Namun sebagian orang masih salah paham dengan pengertian zuhud. Jika kita perhatikan pengertian zuhud yang disampaikan di atas, tidaklah kita temukan bahwa zuhud dimaksudkan dengan hidup miskin, enggan mencari nafkah dan hidup penuh menderita. Zuhud adalah perbuatan hati. Oleh karenanya, tidak hanya sekedar memperhatikan keadaan lahiriyah, lalu seseorang bisa dinilai sebagai orang yang zuhud. Jika ada ciri-ciri zuhud sebagaimana yang telah diutarakan di atas, itulah zuhud yang sebenarnya. Berikut satu kisah yang bisa jadi pelajaran bagi kita dalam memahami arti zuhud.
Abul ‘Abbas As Siroj, ia berkata bahwa ia mendengar Ibrahim bin Basyar, ia berkata bahwa ‘Ali bin Fudhail berkata, ia berkata bahwa ayahnya (Fudhail bin ‘Iyadh) berkata pada Ibnul Mubarok,
أنت تأمرنا بالزهد والتقلل، والبلغة، ونراك تأتي بالبضائع، كيف ذا ؟
“Engkau memerintahkan kami untuk zuhud, sederhana dalam harta, hidup yang sepadan (tidak kurang tidak lebih). Namun kami melihat engkau memiliki banyak harta. Mengapa bisa begitu?”
Ibnul Mubarok mengatakan,
يا أبا علي، إنما أفعل ذا لاصون وجهي، وأكرم عرضي، وأستعين به على طاعة ربي.
“Wahai Abu ‘Ali (yaitu Fudhail bin ‘Iyadh). Sesungguhnya hidupku seperti ini hanya untuk menjaga wajahku dari ‘aib (meminta-minta). Juga aku bekerja untuk memuliakan kehormatanku. Aku pun bekerja agar bisa membantuku untuk taat pada Rabbku”.[11]
Tentang zuhud tidak berarti hidup miskin juga diceritakan dengan lebih jelas dalam posting saya berjudul Zuhudnya Sang Nelayan, yang isinya diambil dari sebuah buku berjudul "Cinta Bagai Anggur".
Imam al-Qurtubi mengatakan bahwa, hadis Nabi SAW tersebut merupakan nasihat sekaligus peringatan. Bahwasanya mengingat mati itu perintah, sebab orang yang teringat kematian dengan sebenarnya pasti akan mengurangi sifat-sifat tamaknya terhadap dunia dan menghalanginya untuk berangan-angan yang tak berujung.
Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang berbuat kebaikan di dunia, dan bukan orang-orang tamak, cinta dunia, dan berangan-angan tanpa henti terhadapnya.
"Man, because he sacrifices health in order to make money. Then he sacrifices money to recuperate health. And then he is so anxious about the future that he does not enjoy the present; the result being that he does not live in the present or the future; he lives as if he is never going to die, and then he dies having never really lived."
The Dalai Lama, supposedly, when asked what 'surprises him the most' — this seems derived from the work of an unknown author circulated as "An Interview with God…"
sumber-sumber:
http://www.hidayatullah.com/read/18813/12/09/2011/mengingat-mati,-cara-efektif-tundukkan-nafsu.html
http://www.penerbitakbar.com/tazkiyatun-nafs/64-ingat-mati-dan-persiapan-menyambutnya
http://annajiyah.or.id/berita-120-memahami-arti-zuhud.html
http://en.wikiquote.org/wiki/Talk:Tenzin_Gyatso,_14th_Dalai_Lama