Kamis, 15 Oktober 2015

Tentu Saja (I)

Rasa kehilangan ini terus membuntutiku. Menggerogoti kulitku seperti gigitan nyamuk, menusuk-nusuk kepalaku. Mengherankan, aku tak pernah merasa kehilangan apa pun seumur hidupku. Hidupku sudah terasa lengkap, tapi masih saja tersisa nelangsa itu. Entah bagaimana akhirnya kusadari, rasa kehilangan itu mengarah kepada sesorang. Siapa dia? Bagaimana wajahnya?Apa yang dia lakukan sekarang? Mengapa dia terus membuat rasa ini muncul?

Maka kucoba untuk mencarinya. Bahkan setelah kulepaskan segala bentuk wujud dan ragaku, dia masih belum dapat kutemukan. "Aku harus bertanya pada Malam", pikirku. Malam pasti menyaksikan saat dia pergi tidur, Malam pasti tahu seperti apa rupanya. Malam pun datang dan aku pun bertanya, "Hei Malam, yang menaungi istirahatnya manusia, seperti apakah wajahnya? Wajah yang kucari itu?"

Namun malam bergeming, ia lewat begitu saja, tak mengacuhkanku. Malam telah lewat 40 kali dan aku terus bertanya padanya setiap kali ia lewat. Pertanyaan yang sama terus kuulang. Omong-omong tentang Malam, dia tidak suka keributan. Seperti orang tua, ia lebih suka ketenangan, karena itu ia merasa terganggu setiap ada ribut-ribut di saat dia datang.

Kuhitung 99 kali ia lewat, tak pernah sekalipun ia mengacuhkanku. Pada malam ke-100, acuh tak acuh Sang Malam bertanya, "mengapa kau terus menungguku, apa kau tak lelah? Bahkan aku pun lelah terus mengacuhkanmu."

Maka kujawab, "karena aku harus tau, karena aku ingin tau."

"Tentu saja itu harus kau lihat sendiri." Jawab Sang Malam.

Malam pun pergi begitu saja. Kuputuskan untuk bertanya pada Siang....


Tidak ada komentar: