Sesungguhnya rasa suka itu diikuti rasa lain
Sesungguhnya rasa cinta itu diikuti pula rasa yang lain
Yang sudah pasti ada adalah rasa tidak ingin kehilangan yang disukai
Yang sudah pasti ada adalah rasa tidak ingin kehilangan yang dicintai
Akan muncul rasa-rasa yang lain
Cemburu, rindu, resah, gelisah
Diikuti atau tidak tergantung pemiliknya
Yang pasti kehilangan itu bukan sengaja
Selasa, 15 September 2015
Senin, 31 Agustus 2015
Hei kamu!
ah cinta dunia, begitu fana
ah cinta manusia, begitu merana
Hei kamu yang hidup dalam khayalanku,
jadilah nyata!
jangan membuatku sengsara,
di dunia nyata!
Bukan dia maksudku,
tapi engkau!
Apa kau tak sadar,
dirimu meracau?
Bahkan jika aku ingin menggenggam gula,
yang kudapat hanya segenggam
Tetapi jika aku menggenggammu
yang kudapat seluruh alam
ah cinta manusia, begitu merana
Hei kamu yang hidup dalam khayalanku,
jadilah nyata!
jangan membuatku sengsara,
di dunia nyata!
Bukan dia maksudku,
tapi engkau!
Apa kau tak sadar,
dirimu meracau?
Bahkan jika aku ingin menggenggam gula,
yang kudapat hanya segenggam
Tetapi jika aku menggenggammu
yang kudapat seluruh alam
Tak Seperti Geten
"In truth, this world is not eternally inhabited
It is more transient than dewdrops on the leave of grass, or the moon reflected in the water.
After reciting the poetry of flower at Kanaya, all glory is now left with the wind of impermanence.
Those who leisurely play with the moon of southern tower, now hide in the cloud of Saṅkhāra.
Human life lasts only 50 years, Contrast human life with life of Geten, It is but a very dream and illusion.
Once they are given life from god, there is no such thing don't perish.
Unless we consider this a very seed of awakening, it is a grievous truth indeed"
Atsumori -- Zeami Motokiyo
It is more transient than dewdrops on the leave of grass, or the moon reflected in the water.
After reciting the poetry of flower at Kanaya, all glory is now left with the wind of impermanence.
Those who leisurely play with the moon of southern tower, now hide in the cloud of Saṅkhāra.
Human life lasts only 50 years, Contrast human life with life of Geten, It is but a very dream and illusion.
Once they are given life from god, there is no such thing don't perish.
Unless we consider this a very seed of awakening, it is a grievous truth indeed"
Atsumori -- Zeami Motokiyo
Kamis, 26 Juni 2014
Needles
Let those needles hit my head
Cause I'm craving
Let the fire burn my body
I can't hold it in
Of all the sins I made
Suck my life out of me
Cause I'm craving
Let the fire burn my body
I can't hold it in
Of all the sins I made
Suck my life out of me
Rabu, 25 Juni 2014
Free Will, Ilusi Semata?
Keputusan manusia dibuat berdasarkan "free will". Itu yang dipercaya sejak dahulu kala mengenai kebebasan berpikir dan kebebasan memutuskan. Pertanyaannya, apakah kebebasan itu benar-benar ada?
Penganut fatalisme percaya, manusia tidak memiliki kemampuan merubah takdirnya, dengan kata lain tidak mempunyai free will. Salah satu pemikiran fatalisme adalah manusia bebas memutuskan tetapi pada akhirnya menuju satu tujuan yang tetap, tidak dapat diubah. C.S. Lewis pernah mengemukakan pendapatnya dalam buku Mere Christianity mengenai Tuhan berada di luar waktu kita. Menurutnya, Tuhan bukan "mengetahui" apa yang akan terjadi, tetapi mengamati yang terjadi dalam "waktu" kita, karena Tuhan berada di luar waktu, dalam arti tidak terpengaruh waktu. Sehingga segala perbuatan manusia sesungguhnya diketahui oleh-Nya.
Pemikiran fatalisme dapat berubah menjadi defeatism, yaitu pasrah pada segala keadaan sehingga tidak mau berusaha, karena mereka percaya apapun yang mereka lakukan tidak ada gunanya. Selain fatalisme terdapat pula determinisme. Determinisme percaya bahwa sesungguhnya segala sesuatu yang terjadi sudah ditentukan sebelumnya oleh peristiwa-peristiwa dan hukum alam melalui hubungan sebab-akibat. "History repeats itself", sejarah akan terus berulang dikarenakan peristiwa sebab-akibat yang terus berlangsung, dengan pola yang mirip atau bahkan sama.
Dunia "ilmu pengetahuan" memiliki pemikiran sendiri mengenai free will. Di dalam penelitian yang berhubungan dengan "neuroscience", diketahui segala pemikiran, emosi, tindakan yang kita lakukan ditentukan aktivitas neuron otak dan sistem endokrin dalam tubuh. Bahkan sebelum kita sadar ingin melakukan sesuatu, dapat diprediksi apa yang akan kita lakukan dengan mengamati aktivitas neuron otak dan endokrin dalam tubuh. Jadi sesungguhnya manusia dikendalikan secara otomatis oleh tubuhnya, yang dipengaruhi stimulasi dari luar.
Berbeda dengan, pemikiran-pemikiran di atas, umat Muslim mempercayai adanya qada dan qadar, takdir. Takdir ada yang dapat diubah dan ada yang tidak dapat diubah. Takdir yang tidak dapat diubah sudah ditentukan dalam Lauhul Mahfudz. Tetapi benarkah ada takdir yang dapat diubah? Atau sebenarnya seluruh takdir sudah ditentukan sebelumnya?
[1] http://surrender2god.wordpress.com/2007/03/28/memahami-takdir/
Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Fatalism
http://en.wikipedia.org/wiki/Theological_fatalism
http://en.wikipedia.org/wiki/Defeatism
http://plato.stanford.edu/entries/determinism-causal/
http://en.wikipedia.org/wiki/Neuroscience
http://thinkingdeeply.org/2014/06/21/free-will/
http://abihumaid.wordpress.com/2011/03/03/memahami-qadha-dan-qadar-ketentuan-dan-takdir-allah/
http://id.wikipedia.org/wiki/Takdir
http://surrender2god.wordpress.com/2007/03/28/memahami-takdir/
Penganut fatalisme percaya, manusia tidak memiliki kemampuan merubah takdirnya, dengan kata lain tidak mempunyai free will. Salah satu pemikiran fatalisme adalah manusia bebas memutuskan tetapi pada akhirnya menuju satu tujuan yang tetap, tidak dapat diubah. C.S. Lewis pernah mengemukakan pendapatnya dalam buku Mere Christianity mengenai Tuhan berada di luar waktu kita. Menurutnya, Tuhan bukan "mengetahui" apa yang akan terjadi, tetapi mengamati yang terjadi dalam "waktu" kita, karena Tuhan berada di luar waktu, dalam arti tidak terpengaruh waktu. Sehingga segala perbuatan manusia sesungguhnya diketahui oleh-Nya.
Pemikiran fatalisme dapat berubah menjadi defeatism, yaitu pasrah pada segala keadaan sehingga tidak mau berusaha, karena mereka percaya apapun yang mereka lakukan tidak ada gunanya. Selain fatalisme terdapat pula determinisme. Determinisme percaya bahwa sesungguhnya segala sesuatu yang terjadi sudah ditentukan sebelumnya oleh peristiwa-peristiwa dan hukum alam melalui hubungan sebab-akibat. "History repeats itself", sejarah akan terus berulang dikarenakan peristiwa sebab-akibat yang terus berlangsung, dengan pola yang mirip atau bahkan sama.
Dunia "ilmu pengetahuan" memiliki pemikiran sendiri mengenai free will. Di dalam penelitian yang berhubungan dengan "neuroscience", diketahui segala pemikiran, emosi, tindakan yang kita lakukan ditentukan aktivitas neuron otak dan sistem endokrin dalam tubuh. Bahkan sebelum kita sadar ingin melakukan sesuatu, dapat diprediksi apa yang akan kita lakukan dengan mengamati aktivitas neuron otak dan endokrin dalam tubuh. Jadi sesungguhnya manusia dikendalikan secara otomatis oleh tubuhnya, yang dipengaruhi stimulasi dari luar.
Berbeda dengan, pemikiran-pemikiran di atas, umat Muslim mempercayai adanya qada dan qadar, takdir. Takdir ada yang dapat diubah dan ada yang tidak dapat diubah. Takdir yang tidak dapat diubah sudah ditentukan dalam Lauhul Mahfudz. Tetapi benarkah ada takdir yang dapat diubah? Atau sebenarnya seluruh takdir sudah ditentukan sebelumnya?
"Al-Qur’an memang menyebutkan tentang takdir, tapi jika hanya mengutip kata-kata Qur’an sebenarnya tidaklah cukup. Ada orang yang mampu menghafal ke 6.666 ayat, tapi hanya menghafalkan tidak akan memberikan kebaikan apa-apa. Setiap huruf dalam Qur’an memiliki rahasia didalamnya. Kebenaran Tuhan ada di setiap hurufnya, sebagai sebuah rahasia di dalam rahasia, dan kita harus membuka setiap rahasia satu demi satu, maka barulah kita akan mengerti. Tapi merupakan hal yang mustahil untuk memahami isi Qur’an seluruhnya. Sampai kapan pun, bagaimanapun perubahan yang terjadi di dunia ini, Qur’an akan senantiasa ada, demikian pula rahasia-rahasia yang ada di dalamnya. Dan di dalam rahasia itu, masih ada rahasia lagi." [1]Jika memang takdir sudah ditentukan sebelumnya untuk segala perbuatan dan kejadian, maka untuk apa ada pertanggungjawaban di akhirat? Karena tanpa kebebasan berpikir dan bertindak manusia tidak memiliki tanggung jawab, semua sudah diatur. Maka sesungguhnya manusia memiliki kebebasan dalam hidupnya untuk menentukan kepercayaannya, tindakannya, dan perbuatannya, tetapi hasil dari semua itu bukan mereka yang menentukan.
[1] http://surrender2god.wordpress.com/2007/03/28/memahami-takdir/
Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Fatalism
http://en.wikipedia.org/wiki/Theological_fatalism
http://en.wikipedia.org/wiki/Defeatism
http://plato.stanford.edu/entries/determinism-causal/
http://en.wikipedia.org/wiki/Neuroscience
http://thinkingdeeply.org/2014/06/21/free-will/
http://abihumaid.wordpress.com/2011/03/03/memahami-qadha-dan-qadar-ketentuan-dan-takdir-allah/
http://id.wikipedia.org/wiki/Takdir
http://surrender2god.wordpress.com/2007/03/28/memahami-takdir/
Selasa, 26 November 2013
Lebur
seumur hidup kau mencari yang sempurna
tak akan kau temukan
karena tak ada sempurna
hanya ada Sang Maha Sempurna
maka meleburlah
karena Sang Maha Sempurna menunggumu
tujuan bukan dicari
meleburlah
tak akan kau temukan
karena tak ada sempurna
hanya ada Sang Maha Sempurna
maka meleburlah
karena Sang Maha Sempurna menunggumu
tujuan bukan dicari
meleburlah
Senin, 23 September 2013
Standar Orang Lain
Sekarang ini, kebanyakan manusia hidup dengan standar orang lain, berbusana untuk orang lain, makan untuk orang lain, tinggal di rumah yang bagus pun untuk orang lain. Memakai baju bagus untuk dilihat orang lain,mem-foto makanan untuk dilihat orang lain, narsis di jejaring sosial untukdilihat ornag lain, punya rumah bagus, ngutang, untuk dilihat orang lain juga.
Sebegitu rendahkah pemikiran orang zaman sekarang? Zaman dahulu orang hidup tolong-menolong, sekarang todong-menodong, sebelum ini orang hidup saling memberi, sekarang meminta-minta. Sepertinya dulu orang benar-benar "hidup untuk orang lain", dengan saling memberi. Bukan seperti saat ini, hidup dengan standar orang lain, pantas saja orang hidup makin individualis, hidupnya berlomba-lomba menjadi lebih baik dari orang lain.
Sehingga mengabaikan sesama, mengabaikan cara untuk menjadi lebih baik, hidup serba terburu-buru, untuk mengambil rezeki miliknya, bahkan milik orang lain, tanpa sadar diambilnya.
Bukan bermaksud mengolok-olok kompetisi, tetapi kompetisi dalam hal kehidupan? Hidup ini sudah sulit, masih juga dipersulit. Coba lihat ornag yang setiap hari memikirkan cara menjadi lebih baik dari orang lain, tidak tenang, karena semua yang dia punya terasa tidak cukup. Tentu saja, "lebih baik" untuk hari ini berbeda dengan "lebih baik" di saat dia belum merasa "lebih baik". Standar "lebih baik" ini akan terus berubah.
Bukan juga bermaksud mengabaikan cita-cita setinggi langit atau bahkan bintang-bintang, tetapi berusahalah merasa bersyukur atas yang dimiliki sekarang.
Sebegitu rendahkah pemikiran orang zaman sekarang? Zaman dahulu orang hidup tolong-menolong, sekarang todong-menodong, sebelum ini orang hidup saling memberi, sekarang meminta-minta. Sepertinya dulu orang benar-benar "hidup untuk orang lain", dengan saling memberi. Bukan seperti saat ini, hidup dengan standar orang lain, pantas saja orang hidup makin individualis, hidupnya berlomba-lomba menjadi lebih baik dari orang lain.
Sehingga mengabaikan sesama, mengabaikan cara untuk menjadi lebih baik, hidup serba terburu-buru, untuk mengambil rezeki miliknya, bahkan milik orang lain, tanpa sadar diambilnya.
Bukan bermaksud mengolok-olok kompetisi, tetapi kompetisi dalam hal kehidupan? Hidup ini sudah sulit, masih juga dipersulit. Coba lihat ornag yang setiap hari memikirkan cara menjadi lebih baik dari orang lain, tidak tenang, karena semua yang dia punya terasa tidak cukup. Tentu saja, "lebih baik" untuk hari ini berbeda dengan "lebih baik" di saat dia belum merasa "lebih baik". Standar "lebih baik" ini akan terus berubah.
Bukan juga bermaksud mengabaikan cita-cita setinggi langit atau bahkan bintang-bintang, tetapi berusahalah merasa bersyukur atas yang dimiliki sekarang.
“When people grow gradually rich their requirements and standard of living expand in proportion, while their present-giving instincts often remain in the undeveloped condition of their earlier days. Something showy and not-too-expensive in a shop is their only conception of the ideal gift.”-- Hector Hugh Munro
“If standard of living is your major objective, quality of life almost never improves, but if quality of life is your number one objective, your standard of living almost always improves.” -- Zig Ziglar
Langganan:
Postingan (Atom)