Rabu, 16 Mei 2012

Ada yang Hilang - Ipang

Aku hanya bisa terdiam
Melihat kau pergi dari sisiku
Dari sampingku
Tinggalkan aku seakan semuanya
Yang pernah terjadi
Tak lagi kau rasa

Masih adakah tentang aku
Di hatimu yang kau rasakan
Coba kau rasakan
Mudahkah bagimu untuk hapuskan
Semua kenangan bersama denganku
Tak pernah sedikit pun
Aku bayangkan betapa hebatnya
Cinta yang kau tanamkan

(I)
Hingga waktu beranjak pergi
Kau mampu hancurkan hatiku

Reff :
Ada yang hilang dari perasaanku
Yang terlanjur sudah
Kuberikan padamu
Ternyata aku tak berarti tanpamu
Berharap kau tetap di sini
Berharap dan berharap lagi


catatankaki:

Ya, cinta memang datang begitu saja, tak mungkin ditahan. dan dia pun pergi begitu saja, tak mungkin juga ditahan. Hanya bisa berharap. Di saat harapan hilang, saatnya kembali ke Allah, hanya dia tempat berharap.

Sabtu, 05 Mei 2012

Love of a Lifetime Lyrics

Performed by Firehouse

-W.Leverty-C.Snare-

I guess the time was right for us to say
We'd take our time and live our lives together day by day
We'll make a wish and send it on a prayer
We know our dreams can all come true with love that we can share

With you I never wonder - will you be there for me
With you I never wonder - you're the right one for me

Chorus:
I finally found the love of a lifetime
A love to last my whole life through
I finally found the love of a lifetime
Forever in my heart, I finally found the love of a lifetime

With every kiss our love is like brand-new
And every star up in the sky was made for me and you
Still we both know that the road is long
(But) we know that we will be together because our love is strong

Chorus


lirik yang keren dengan bahasa puisi yang pas, pas buat saat-saat.....

perjudian hati

berencana dan memilih kata kata

berjudi dan terus menyerang

kalau saja tidak sesuai rencana

sudah pasti hati terbelah



surat terkirim

hati berdebar

perasaan tidak pasti

keraguan menguasai


habiskan saja!!!

Jumat, 13 April 2012

renungan auto-pilot

Saya heran dengan orang-orang yang bilang kalau negara ini auto-pilot. Waktu pertama mendengar istilah ini, saya bahkan tidak tahu apa maksudnya. "Ya iyalah, masa ada negeri atau negara auto-pilot?" itu yang ada dalam pikiran saya waktu itu.

Coba kita telaah lebih dulu arti auto-pilot. Menurut Wikipedia, auto-pilot adalah sistem mekanikal, elektrikal, atau hidraulik yang memandu sebuah kendaraan tanpa campur tangan dari manusia. Umumnya pilot otomatis dihubungkan dengan pesawat, tetapi pilot otomatis juga digunakan di kapal dengan istilah yang sama.

Jika dianalogikan negara adalah pesawat terbang, berarti negara auto-pilot adalah negara yang berjalan dengan sendirinya tanpa campur tangan pengendali, dengan kata lain pemimpin atau pemerintah. Mungkinkah? Mungkinkah negara ini berjalan tanpa pilot? Tanpa pemimpin? Tanpa pemerintah? Apa jadinya negeri ini jika terjadi hal tersebut? Bisa dibayangkan amburadulnya keadaan negeri ini jika tidak ada pemerintah, tanpa ada yang mengatur.

pesawat terbang


Jika negeri ini auto-pilot, mungkinkah Indonesia mencapai perkembangan ekonomi di saat negara lain mengalami kemunduran ketika krisis terjadi. Jika benar auto-pilot, lalu siapa yang berencana menaikkan harga bbm untuk mengalihkan subsidi ke sektor yang lebih produktif? Masyarakat? Tentu saja pemerintah.

lepas tangan?

Pemerintah mungkin saja melakukan kebijakan yang tidak populer. Tidak populer dalam arti benar-benar tidak populer, hanya segelintir masyarakat yang mengetahuinya. Atau bisa juga tidak populer dalam arti masyarakat kurang menyetujuinya.

Jika setiap kebijakan diprotes oleh masyarakat, itu boleh-boleh saja. Tetapi protes berlebihan tanpa mengetahui maksud di dalam kebijakan tersebut tidaklah benar. Tidak mungkin ada kebijakan yang disukai atau disetujui oleh setiap anggota suatu organisasi. Kebijakan memang tidak seharusnya menyenangkan semua pihak, tetapi membawa organisasinya menuju arah yang lebih baik.Bahkan dalam kelompok belajar berisi 5 orang pasti ada kemungkinan orang tidak setuju pada keputusan ketua kelompok, apalagi jika dibandingkan dengan kebijakan pemerintah yang mengatur 1 negara? Yang termasuk salah satu negara berpenduduk terbanyak di dunia?

berlebihan kan?

Jika Indonesia disibut auto-pilot, mau dikemanakan aparat pemerintah, pejabat negara, pegawai negeri, gubernur, lurah, camat, bupati, dan lain-lain lagi yang benar-benar berusaha menjadikan negeri ini lebih baik? "Jangan menilai buku dari sampulnya." Ya iyalah, sampulnya doang paling sepersepuluh harga bukunya. Emang ada orang beli buku sampulnya doang? Kalo si "Kariage kun" mungkin iya.
Kariage kun

Marilah kita renungkan kembali apa saja yang sudah pemerintah lakukan untuk kita, jangan yang buruknya saja, yang baiknya juga.
Marilah kita renungkan kembali apa saja yang sudah kita berikan untuk negeri ini, jangan yang baiknya saja, yang buruknya juga, hehe,
Jika sudah selesai renungannya, mari lakukan sesuatu untuk negeri kita tercinta, Indonesia. Jangan yang buruk, yang baik tentu saja. XD

Selasa, 03 April 2012

"le petit caporal" (the little corporal)


Napoleon Bonaparte
Jendral dan Kaisar Perancis yang tenar, Napoleon I, keluar dari rahim ibunya di Ajaccio, Corsica, tahun 1769. Nama aslinya Napoleon Bonaparte. Corsica masuk wilayah kekuasaan Perancis cuma lima belas bulan sebelum Napoleon lahir, dan pada saat-saat remajanya Napoleon seorang nasionalis Corsica yang menganggap Perancis itu penindas. Tetapi, Napoleon dikirim masuk akademi militer di Perancis dan tatkala dia tamat tahun 1785 pada umur lima belas tahun dia jadi tentara Perancis berpangkat letnan.

Empat tahun kemudian Revolusi Perancis meledak dan dalam beberapa tahun pemerintah baru Perancis terlibat perang dengan beberapa negara asing. Kesempatan pertama Napoleon menampakkan kebolehannya adalah di tahun 1793, dalam pertempuran di Toulon (Perancis merebut kembali kota itu dari tangan Inggris), tempat Napoleon bertugas di kesatuan artileri. Pada saat itu dia sudah tidak lagi berpegang pada paham nasionalis Corsicanya, melainkan sudah menganggap diri orang Perancis. Sukses-sukses yang diperolehnya di Toulon mengangkat dirinya jadi brigjen dan pada tahun 1796 dia diberi beban tanggung jawab jadi komando tentara Perancis di Itali. Di negeri itu, antara tahun 1796-1797, Napoleon berhasil pula merebut serentetan kemenangan yang membuatnya seorang pahlawan tatkala kembali ke Perancis.

Menurut teori kepribadian DISC, Napoleon menunjukkan menunjukkan kepribadian Dominance (D) yang besar, ini bisa dilihat dari sifatnya yang berkemauan kuat, egosentris, dan ambisius. Napoleon menguasai Perancis dengan caranya sendiri, bahkan ia membubarkan Consulat, semacam DPR di Indonesia, karena tidak sesuai dengan jalannya dalam menjalankan pemerintahan.

Di masa tahun-tahun kekuasaannya, Napoleon melakukan perombakan besar-besaran dalam sistem administrasi pemerintahan serta hukum Perancis. Dia merombak struktur keuangan dan kehakiman, mendirikan Bank Perancis dan Universitas Perancis, serta menyentralisir administrasi. Meskipun tiap perubahan ini punya makna penting, dan dalam beberapa hal punya daya pengaruh jangka panjang khususnya untuk Perancis, tidaklah punya pengaruh yang berarti buat negeri lain. Ini juga menunjukkan kepribadian Dominance yang besar.





Napoleon juga memiliki kepribadian Influence (I) yang cukup besar. Ini terbukti dari bawahannya yang sangat loyal terhadapnya. Bahkan saat ia berusaha keluar dari pengasingannya di pulau Elba, banyak pengikut lamanya yang masih menunjukkan loyalitas terhadapnya, termasuk Jenderal Ney yang walaupun sudah diberi jabatan tinggi di pemerintahan baru, tetap kembali menjadi bawahan Napoleon setelah ia keluar dari pengasingan. Jumlah pasukannya saat keluar dari pulau Elba hanya sekitar 30.000 orang, sesampainya di Paris sudah menjadi 300.000 orang, sungguh kemampuan Influence yang hebat. 
Kembali dari Elba

Tetapi salah satu perombakan yang dilakukan oleh Napoleon punya daya pengaruh yang melampaui batas negeri Perancis sendiri. Yaitu, penyusunan apa yang termasyhur dengan sebutan Code Napoleon. Dalam banyak hal, code ini mencerminkan ide-ide Revolusi Perancis. Secara umum, code itu moderat, terorganisir rapi dan ditulis dengan ringkas, jelas, serta dapat diterima, tambahan pula mudah dipahami. Akibatnya, code ini tidak hanya berlaku di Perancis (hukum perdata Perancis yang berlaku sekarang hampir mirip dengan Code Napoleon itu) tetapi juga diterima pula di negeri-negeri lain dengan perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan keperluan setempat.

Code Napoleon
Politik Napoleon senantiasa menumbuhkan keyakinan bahwa dialah seorang yang membela Revolusi Perancis. Tetapi, di tahun 1804 dia sendiri pula yang memperoklamirkan diri selaku Kaisar Perancis. Tambahan lagi, dia mengangkat tiga saudaranya keatas tahta kerajaan di beberapa negara Eropa. Langkah ini tidak bisa tidak menumbuhkan rasa tidak senang pada sebagian orang-orang Republik  Langkah ini juga menunjukkan kepribadian Dominance yang besar. 

Saat diasingkan di pulau Elba, Napoleon masih saja menunjukkan Dominance-nya yang kuat, seakan mempunyai pemerintahan sendiri, Napoleon mengatur sistem pertanian, membangun tambang besi, dan mengumpulkan tentara dalam jumlah kecil di sana. 
Pengasingan di pulau St. Helena

Kepribadian Steadiness (S) dan Conscientiousness (C) Napoleon tidak dominan bahkan kecil, jauh lebih kecil dari kepribdaian yang lain. Sifatnya yang impulsif menunjukkan Steadiness yang kecil, juga sifat keras kepalanya menunjukkan sifat Conscientiousness yang kecil. Saya sangat mengagumi Napoleon karena sifatnya yang optimis dan kepribadiannya yang sangat hidup.

Rabu, 28 Maret 2012

Peak Oil and Abiotic Oil

According to the International Energy Agency, demand for oil has in fact peaked in Organization for Economic Cooperation and Development member countries, 30 of the world's most developed nations. The agency's chief economist, Fatih Birol, estimates that because of advances in technology, the demand for petroleum in these developed nations probably will never return to the levels seen in 2007. However, despite the flat demand over the past two years in Europe, Japan, and the United States, the IEA predicts that burgeoning demand for oil in emerging markets such as China and India will offset any declines and that worldwide demand will continue to increase.

With demand growing, the concept of "peak oil"--the theory that the world's supply of accessible oil will reach a high point and then begin to decline--has many people worried and uncertain about oil's prospects. According to Gary Long, the Energy Information Agency's expert on crude oil reserves, while the world supply is finite, there's very little consensus about how much is left or how much technology will progress to extract difficult-to-obtain reserves. But what happens in the future will depend on the available alternatives, Long says. [1]

Abiogenic petroleum origin is a hypothesis that was proposed as an alternative to theory of biological petroleum origin. It was relatively popular in the past, but it became largely forgotten at the end of the 20th century after it failed to predict the location of new wells.
The abiogenic hypothesis argues that petroleum was formed from deep carbon deposits, perhaps dating to the formation of the Earth. Supporters of the abiogenic hypothesis suggest that a great deal more petroleum exists on Earth than commonly thought, and that petroleum may originate from carbon-bearing fluids that migrate upward from the mantle. The presence of methane on Saturn's moon Titan and in the atmospheres of Jupiter, Saturn, Uranus and Neptune is cited[1] as evidence of the formation of hydrocarbons without biology.

The biogenic theory for petroleum was first proposed by Georg Agricola in the 16th century and various abiogenic hypotheses were proposed in the 19th century, most notably by Alexander von Humboldt, the Russian chemist Dmitri Mendeleev and the French chemist Marcellin Berthelot. Abiogenic hypotheses were revived in the last half of the 20th century by Russian and Ukrainian scientists, who had little influence outside the Soviet Union because most of their research was published in their native languages. The theory was re-defined and made popular in the West by Thomas Gold, who published all his research in English.[2]

This story really begins in 1946, just after the close of World War II, which had illustrated quite effectively that oil was integral to waging modern, mechanized warfare. Stalin, recognizing the importance of oil, and recognizing also that the Soviet Union would have to be self sufficient, launched a massive scientific undertaking that has been compared, in its scale, to the Manhattan Project. The goal of the Soviet project was to study every aspect of petroleum, including how it is created, how reserves are generated, and how to best pursue petroleum exploration and extraction.

The challenge was taken up by a wide range of scientific disciplines, with hundreds of the top professionals in their fields contributing to the body of scientific research. By 1951, what has been called the Modern Russian-Ukrainian Theory of Deep, Abiotic Petroleum Origins was born. A healthy amount of scientific debate followed for the next couple of decades, during which time the theory, initially formulated by geologists, based on observational data, was validated through the rigorous quantitative work of chemists, physicists and thermodynamicists. For the last couple of decades, the theory has been accepted as established fact by virtually the entire scientific community of the (former) Soviet Union. It is backed up by literally thousands of published studies in prestigious, peer-reviewed scientific journals.

For over fifty years, Russian and Ukrainian scientists have added to this body of research and refined the Russian-Ukrainian theories. And for over fifty years, not a word of it has been published in the English language (except for a fairly recent, bastardized version published by astronomer Thomas Gold, who somehow forgot to credit the hundreds of scientists whose research he stole and then misrepresented).

This is not, by the way, just a theoretical model that the Russians and Ukrainians have established; the theories were put to practical use, resulting in the transformation of the Soviet Union - once regarded as having limited prospects, at best, for successful petroleum exploration - into a world-class petroleum producing, and exporting, nation.

The modern Russian-Ukrainian theory of deep, abiotic petroleum origins is not new or recent. This theory was first enunciated by Professor Nikolai Kudryavtsev in 1951, almost a half century ago, (Kudryavtsev 1951) and has undergone extensive development, refinement, and application since its introduction. There have been more than four thousand articles published in the Soviet scientific journals, and many books, dealing with the modern theory. This writer is presently co-authoring a book upon the subject of the development and applications of the modern theory of petroleum for which the bibliography requires more than thirty pages.

The modern Russian-Ukrainian theory of deep, abiotic petroleum origins is not the work of any one single man -- nor of a few men. The modern theory was developed by hundreds of scientists in the (now former) U.S.S.R., including many of the finest geologists, geochemists, geophysicists, and thermodynamicists of that country. There have now been more than two generations of geologists, geophysicists, chemists, and other scientists in the U.S.S.R. who have worked upon and contributed to the development of the modern theory. (Kropotkin 1956; Anisimov, Vasilyev et al. 1959; Kudryavtsev 1959; Porfir'yev 1959; Kudryavtsev 1963; Raznitsyn 1963; Krayushkin 1965; Markevich 1966; Dolenko 1968; Dolenko 1971; Linetskii 1974; Letnikov, Karpov et al. 1977; Porfir'yev and Klochko 1981; Krayushkin 1984)

The modern Russian-Ukrainian theory of deep, abiotic petroleum origins is not a vague, qualitative hypothesis, but stands as a rigorous analytic theory within the mainstream of the modern physical sciences. In this respect, the modern theory differs fundamentally not only from the previous hypothesis of a biological origin of petroleum but also from all traditional geological hypotheses. Since the nineteenth century, knowledgeable physicists, chemists, thermodynamicists, and chemical engineers have regarded with grave reservations (if not outright disdain) the suggestion that highly reduced hydrocarbon molecules of high free enthalpy (the constituents of crude oil) might somehow evolve spontaneously from highly oxidized biogenic molecules of low free enthalpy. Beginning in 1964, Soviet scientists carried out extensive theoretical statistical thermodynamic analysis which established explicitly that the hypothesis of evolution of hydrocarbon molecules (except methane) from biogenic ones in the temperature and pressure regime of the Earth's near-surface crust was glaringly in violation of the second law of thermodynamics.

They also determined that the evolution of reduced hydrocarbon molecules requires pressures of magnitudes encountered at depths equal to such of the mantle of the Earth. During the second phase of its development, the modern theory of petroleum was entirely recast from a qualitative argument based upon a synthesis of many qualitative facts into a quantitative argument based upon the analytical arguments of quantum statistical mechanics and thermodynamic stability theory. (Chekaliuk 1967; Boiko 1968; Chekaliuk 1971; Chekaliuk and Kenney 1991; Kenney 1995) With the transformation of the modern theory from a synthetic geology theory arguing by persuasion into an analytical physical theory arguing by compulsion, petroleum geology entered the mainstream of modern science.

The modern Russian-Ukrainian theory of deep, abiotic petroleum origins is not controversial nor presently a matter of academic debate. The period of debate about this extensive body of knowledge has been over for approximately two decades (Simakov 1986). The modern theory is presently applied extensively throughout the former U.S.S.R. as the guiding perspective for petroleum exploration and development projects. There are presently more than 80 oil and gas fields in the Caspian district alone which were explored and developed by applying the perspective of the modern theory and which produce from the crystalline basement rock. (Krayushkin, Chebanenko et al. 1994) Similarly, such exploration in the western Siberia cratonic-rift sedimentary basin has developed 90 petroleum fields of which 80 produce either partly or entirely from the crystalline basement. The exploration and discoveries of the 11 major and 1 giant fields on the northern flank of the Dneiper-Donets basin have already been noted. There are presently deep drilling exploration projects under way in Azerbaijan, Tatarstan, and Asian Siberia directed to testing potential oil and gas reservoirs in the crystalline basement.

It appears that, unbeknownst to Westerners, there have actually been, for quite some time now, two competing theories concerning the origins of petroleum. One theory claims that oil is an organic 'fossil fuel' deposited in finite quantities near the planet's surface. The other theory claims that oil is continuously generated by natural processes in the Earth's magma. One theory is backed by a massive body of research representing fifty years of intense scientific inquiry. The other theory is an unproven relic of the eighteenth century. One theory anticipates deep oil reserves, refillable oil fields, migratory oil systems, deep sources of generation, and the spontaneous venting of gas and oil. The other theory has a difficult time explaining any such documented phenomena.

So which theory have we in the West, in our infinite wisdom, chosen to embrace? Why, the fundamentally absurd 'Fossil Fuel' theory, of course -- the same theory that the 'Peak Oil' doomsday warnings are based on.[3]
The conventional theory of petroleum formation connects oil with the process of sedimentation. And, indeed, nearly all of the oil that has been discovered over the past century-and-a-half is associated with sedimentary rocks. On the other hand, it isnít difficult to find rocks that once existed at great depths where, according the theories of Gold and the Russians, conditions should have been perfect for abiotic oil formation or the accumulation of primordial petroleum - but such rocks typically contain no traces of hydrocarbons. In the very rare instances where small amounts of hydrocarbons are seen in igneous or metamorphic rocks, the latter are invariably found near hydrocarbon-bearing sedimentary rocks, and the hydrocarbons in both types of rock contain identical biomarkers (more on that subject below); the simplest explanation in those cases is that the hydrocarbons migrated from the sedimentary rocks to the igneous-metamorphic rocks.

A significant reservoir of crude oil was discovered nearby in the late '60s, and by 1970, a platform named Eugene 330 was busily producing about 15,000 barrels a day of high-quality crude oil. By the late '80s, the platform's production had slipped to less than 4,000 barrels per day, and was considered pumped out. Done. Suddenly, in 1990, production soared back to 15,000 barrels a day, and the reserves which had been estimated at 60 million barrels in the '70s, were recalculated at 400 million barrels. Interestingly, the measured geological age of the new oil was quantifiably different than the oil pumped in the '70s. Analysis of seismic recordings revealed the presence of a "deep fault" at the base of the Eugene Island reservoir which was gushing up a river of oil from some deeper and previously unknown source.
Production from Eugene Island had achieved 20,000 barrels per day by 1989; by 1992 it had slipped to 15,000 b/d, but recovered to reach a peak of 30,000 b/d in 1996. Production from the reservoir has dropped steadily since then.
 
The evidence at Eugene Island suggests the existence of deep source rocks from which the reservoir is indeed very slowly refilling - but geologists working there do not hypothesize a primordial origin for the oil. In "Oil and Gas - 'Renewable Resources'?" Kathy Blanchard of PNL writes, "Recent geochemical research at Woods Hole Oceanographic Institution has demonstrated that the wide range in composition of the oils in different reservoirs of the Eugene Island 330 field can be related to one another and to a deeper source rock of Jurassic-Early Cretaceous age." (10) Her article explains that this kind of migration from nearby source rocks is hardly unique, and discusses it in the context of conventional biotic theory.

A technical paper by David S. Holland, et al., "Eugene Island Block 330 Field - U.S.A. Offshore Louisiana," published by AAPG, notes that the Eugene Island oils show abundant evidence of long-distance vertical migration. Based on a variety of biomarker and gasoline-range maturity indicators, these oils are estimated to have been generated at depths of 4572 to 4877 m (15,000 to 16,000 ft) at vitrinite reflectance maturities of 0.08 to 1.0% and temperatures of 150 to 170C (300 to 340F). Their presence in shallow, thermally immature reservoirs requires significant vertical migration. This is illustrated on Figure 36, which represents a burial and maturation history for the field at the time of petroleum migration, that is, at the end of Trimosina "A" time approximately 500,000 years ago.

A plot of the present measured maturity values versus depth is superimposed on the calculated maturity profile for Trimosina "A" time to illustrate the close agreement between measured and predicted maturity profiles. The clear discrepancy between reservoir maturity and oil maturity is striking and suggests that the oil migrated more than 3650 m (12,000 ft) from a deep, possibly upper Miocene, source facies. Petroleum migration along faults is indicated based on the observed temperature and hydrocarbon anomalies at the surface and the distribution of pay in the subsurface. These results are consistent with those of Young et al. (1977), who concluded that most Gulf of Mexico oils originated 2438 to 3350 m (8000 to 11,000 ft) deeper than their reservoirs, from source beds 5 to 9 million years older than the reservoirs[4]


footnotes:
[1] http://www.usnews.com/news/energy/slideshows/energy-reality-check/2
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Abiogenic_petroleum_origin
[3] http://educate-yourself.org/cn/davemcgowanstalinandabioticoil05mar05.shtml
[4] http://www.rense.com/general58/biot.htm


-Conspiracy Theories-



Minggu, 25 Maret 2012

Bahaya Liur Anjing


Inilah Sebabnya Mengapa Jika Terkena Liur Anjing Harus Dibasuh Dengan Tanah

Ternyata hal ini sudah diberitahukan pada kita sejak 1400 tahun yang lalu. Ilmuwan membuktikan jika Virus anjing itu sangat lembut dan kecil. Sebagaimana diketahui, semakin kecil ukuran mikroba, ia akan semakin efektif untuk menempel dan melekat pada dinding sebuah wadah.

Air liur anjing mengandung virus berbentuk pita cair. Dalam hal ini tanah berperan sebagai penyerap mikroba berikut virus-virusnya yang menempel dengan lembut pada wadah. Perhatikan kata Rosulullah berikut :

Dari Abu Hurairah Rhadyallahu Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, Sucinya wadah seseorang saat dijilat anjing adalah dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya dengan menggunakan tanah.

Dari Abu Hurairah Rhadyallahu Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, Apabila anjing menjilat wadah seseorang, maka keriklah (bekasnya) lalu basuhlah wadah itu tujuh kali. (HR. Muslim)

Bahaya Liur Anjing

Air liur anjing dari jenis apapun berbahaya bagi manusia. Persatuan Dokter Kesehatan Anak di Munich-Jerman, mengungkapkan bahwa air liur anjing mengandung berbagai kuman penyebab penyakit. Bakteri tersebut dapat masuk dan menyerang organ dalam manusia melalui sistem terbuka.

Resiko tertular penyakit kian besar apabila terkena gigitan anjing.

Siapa yang menjadikan anjing –kecuali anjing penjaga ternak, atau anjing pemburu, atau anjing penjaga tanaman- niscaya berkuranglah satu qirath pahalanya setiap hari

Bahaya anjing tidak hanya pada liurnya saja.

Menurut peneliti dari Universitas Munich, menyatakan bahwa memelihara anjing meningkatkan resiko kanker payudara. Peluang dan resiko mengidap kanker oleh karena memelihara anjing jauh lebih besar dibanding memelihara piaraan lain seperti kucing dan kelinci.

Sebanyak 79,7 % penderita kanker payudara ternyata sering bercanda dengan anjing, diantaranya dengan memeluk, mencium, menggendong, memandika, dan semua aktivitas perawatan anjing. Hanya 4,4 % pasien yang tidak memiliki hewan peliharaan.

Mengapa Harus Dibersihkan Dengan Tanah

Tanah, menurut ilmu kedokteran modern diketahui mengandung dua materi yang dapat membunuh kuman-kuman, yakni: tetracycline dan tetarolite. Dua unsur ini digunakan untuk proses pembasmian (sterilisasi) beberapa kuman.

Eksperimen dan beberapa hipotesa menjelaskan bahwa tanah merupakan unsur yang efektif dalam membunuh kuman. Anda juga bakal terkejut ketika mengetahui tanah kuburan orang yang meninggal karena sakit aneh dan keras, yang anda kira terdapat banyak kuman karena penyakitnya itu, ternyata para peneliti tidak menemukan bekas apapun dari kuman penyakit tersebut di dalam kandungan tanahnya.

Menurut Muhammad Kamil Abd Al Shamad, tanah mengandung unsur yang cukup kuat menghilangkan bibit-bibit penyakit dan kuman-kuman. Hal ini berdasarkan bahwa molekul-molekul yang terkandung di dalam tanah menyatu dengan kuman-kuman tersebut, sehingga mempermudah dalam proses sterilisasi kuman secara keseluruhan. Ini sebagaimana tanah juga mengandung materi-materi yang dapat mensterilkan bibit-bibit kuman tersebut.

Para dokter mengemukakan, kekuatan tanah dalam menghentikan reaksi air liur anjing dan virus-virus di dalamnya lebih besar karena perbedaan dalam daya tekan pada wilayah antara cairan (air liur anjing) dan tanah.

Dr. Al Isma’lawi Al-Muhajir mengatakan anjing dapat menularkan virus tocks characins, virus ini dapat mengakibatkan kaburnya penglihatan dan kebutaan pada manusia.

Fakta Tentang Anjing Yang Tak Banyak Diketahui.

dr. Ian Royt menemukan 180 sel telur ulat dalam satu gram bulunya, seperempat lainnya membawa 71 sel telur yang mengandung jentik-jentik kuman yang tumbuh berkembang, tiga di antaranya dapat matang yang cukup dengan menempelkannya pada kulit. Sel-sel telur ulat ini sangat lengket dengan panjang mencapai 1 mm. Data statistik di Amerika menunjukan bahwa terdapat 10 ribu orang yang terkena virus ulat tersebut, kebanyakan adalah anak-anak.

Secara ilmiah, anjing dapat menularkan berbagai macam penyakit yang membahayakan karena ada ulat-ulat yang tumbuh berkembang biak dalam ususnya. Para dokter menguatkan bahaya ulat ini dan racun air liur yang disebabkan oleh anjing. Biasanya penyakit ini berpindah pada manusia atau hewan melalui air liur pembawa virus yang masuk pada bekas jilatannya atau pada luka yang terkena air liurnya.

Ketika ulat-ulat ini sampai pada tubuh manusia, maka ia akan bersemayam di bagian organ tubuh manusia yaitu paru-paru. Ulat yang bersemayam di paru-paru, yang bertempat di hati dan beberapa organ tubuh bagian dalam lainnya, mengakibatkan terbentuknya kantong yang penuh dengan cairan. Dari luar, kantong ini diliputi oleh dua lapisan dengan ukuran kantong sebesar bentuk kepala embrio. Penyakit tersebut berkembang dengan lambat. Ulat Echinococcosis dapat tumbuh berkembang di dalam kantong itu selama bertahun-tahun.

SUBHANALLAH….lebih dari 1400 tahun yang lalu Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassalam telah menyarankan untuk tidak bersentuhan dengan anjing dan air liurnya, dan telah memerintahkan untuk membasuhnya (jika terkena) dengan tujuh kali siraman yang salah satunya menggunakan tanah.

Penelitian Ir. Soekarno

Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki menjelaskan bahwa kajian ilmuan membuktikan bahawa, air liur anjing mengandung mikrobakteria sehingga jika objek yang terkena air liur anjing dicuci dengan sabun, maka tidak menjamin bersih dari mikrobakteria tersebut.

Untuk mematikan kuman tersebut, harus dengan cara ditaburi tanah atau debu yang dicampur dengan air. Cara ini terbukti berkesan berdasarkan kajian dan uni kaji makmal yang di masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam tidak ada.

Suatu ketika, bekas Presiden Repulik Indonesia, Soekarno, pernah mengatakan bahwa pada zaman sekarang kita tidak perlu lagi menyamak, atau membasuh tujuh kali yang diantaranya dicampur dengan debu apabila terkena najis kelas berat.

Cukup menggunakan sabun. Pendapatnya ditentang oleh para ulama Indonesia pada waktu itu. Para ulama tersebut meminta Presiden untuk melakukan eksperimen membuktikan mana yang lebih relevan; penggunaan sabun atau dengan debu. Maka dilakukanlah eksperimen dengan sampel dua benda yang telah dijilat oleh anjing. Satu di antara dicuci menggunakan sabun, dan yang satu lagi dibersihkan dengan debu.

Hasil dari pengamatan mikroskop didapati bahwa, benda yang dibasuh dengan menggunakan sabun masih terlihat kuman dari hasil jilatan anjing. Sebaliknya, benda yang dibersihkan dengan debu sangat bersih dan terbebas dari kuman.

Maha Suci Allah dengan segala kekuasaan-Nya. Sungguh, apa-apa yang ditetapkan Allah, ada manfaat yang boleh diambil.



dikutip dari : akun facebook Dunia Islam